Rabu 29 May 2019 00:10 WIB

KPK Kembali Tingkatkan Kasus BLBI Ke Penyidikan

KPK menaksir kerugian negara akibat kasus BLBI mencapai Rp 4,58 triliun.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Hasanul Rizqa
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberi keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/12/2018).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberi keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/12/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penyidikan baru terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Namun, KPK tidak menyebutkan siapa tersangka terkait kasus BLBI tersebut.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan penyidik dan pimpinan bahkan telah melakukan gelar perkara dari hasil pengembangan perkara terpidana Syafruddin Arsyad Temanggung. Saat ini, lembaga antirasuah itu sedang berusaha mengembalikan aset. Sebab, ada kerugian negara yang mencapai Rp 4,58 triliun.

Baca Juga

"Iya (sudah penyidikan). Sedang dilakukan pelacakan oleh Unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi) di KPK kan untuk pelacakan aset dalam rangka pengembalian kerugian negara," kata Alexander di Gedung KPK Jakarta, Selasa (28/5).

Mantan Obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim diketahui sudah menjadi permanent resident di Singapura. Menurut Alex, jika pengusaha itu dan istrinya, Itjih Nursalim, dipanggil dalam persidangan tidak perlu hadir atau in absentia. Sebab, KPK sudah menerima pendapat dari para ahli untuk hal tersebut.

"Yang bersangkutan kan permanent resident di sana, SN (Sjamsul Nursalim) itu, nanti kalau kita panggil yang bersangkutan tidak hadir ya dengan ini in absentia. Kami sudah mengundang beberapa ahli untuk memberikan pendapat," terangnya.

Terkait mekanismenya, lanjut Alex, pihak jaksa sudah mengerti detailnya. Namun, ia memastikan Sjamsul bisa tidak hadir dalam persidangan secara absentia.

"Kalau mekanisme detail saya belum tahu, JPU yang tahu, tapi intinya kalau yang bersangkutan dipanggil tidak hadir, entah karena kesehatan atau usia, dan itu dimungkinkan lewat hukum acara, untuk disidangkan secara in absentia," jelas dia.

Terbaru, KPK sedang dihadapkan dengan gugatan perdata yang dilayangkan Sjamsul Nursalim. Dalam gugatan perdata itu, KPK menjadi pihak ketiga yang membantu BPK sebagai pihak tergugat.

KPK sebelumnya  menangani kasus skandal BLBI dengan tersangka mantan Ketua BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) Syafruddin Arsyad Temenggung. Syafruddin pun sudah divonis penjara selama 13 tahun, yang kemudian meningkat menjadi 15 tahun di tingkat banding.

Majelis hakim meyakini Syafruddin terbukti bersalah karena perbuatannya melawan hukum. Dimana, menurut hakim, Syafruddin telah melakukan penghapusbukuan secara sepihak terhadap utang pemilik saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) tahun 2004.

Padahal, dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, tidak ada perintah dari Presiden M‎egawati Soekarnoputri untuk menghapusbukukan utang tersebut.

Dalam analisis yuridis, hakim juga berpandangan bahwa Syafruddin telah menandatangi surat pemenuhan kewajiban membayar utang terhadap obligor BDNI, Sjamsul Nursalim. Padahal, Sjamsul belum membayar kekurangan aset para petambak.

Syafruddin juga terbukti telah menerbitkan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) kepada Sjamsul Nursalim. Penerbitan SKL BLBI itu menyebabkan negara kehilangan hak untuk menagih utang Sjamsul sebesar Rp4,58 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement