Selasa 28 May 2019 16:32 WIB

Jalani Pemeriksaan, Sofyan Basir Meriang

KPK sudah menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Dirut nonaktif PT PLN Sofyan Basir bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/5/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Dirut nonaktif PT PLN Sofyan Basir bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Direktur nonaktif PT PLN Sofyan Basir, Soesilo Ariwibowo mengungkapkan kliennya sempat merasa tidak enak badan saat menjalani pemeriksaan sebagai tersangka Selasa (28/5). Diketahui, sejak Senin (27/5) tersangka kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 itu resmi menjadi mendekam di Rumahan Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Tadi hanya empat pertanyaan kemudian beliau minta dihentikan karena meriang, meriang mungkin kurang tidur atau masih agak stress lah masih agak perlu adaptasi di Rutan, jadi sebenarnya belum sempat diperiksa ketika ditanya beliau meriang kemudian agak panas tadi badannya sehingga tadi sudah diperiksa oleh dokter kemudian sudah diberiakn obat. Itu saja sebenarnya," ungkap Soesilo di Gedung KPK Jakarta, Selasa (28/5).

Baca Juga

Menurut Soesilo, dalam pemeriksaan perdana usai ditahan, Sofyan Basir hanya dicecar pertanyaan ihwal kesehatan dan belum masuk ke dalam materi pemeriksaan. "Belum (materi pemeriksaan), masih soal kesehatan memang agak meriang enggak tahan mungkin sebentar bentar tidur," ucapnya.

Menurut Soesilo, pihaknya akan melakukan pengajuan berobat ke rumah sakit. "Ada  pengajuan berobat ke rumah sakit untuk kontrol ada, pak Sofyan kan kebetulan darahnya kemarin agak tinggi ada sedikit meriang mungkin kurang tidur atau apa lah, itu saja," tuturnya.

KPK resmi menahan Direktur Utama nonaktif PT PLN, Sofyan Basir, Senin (27/5) malam. Tersangka kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 itu dipastikan akan menjalani hari raya Idul Fitri di Rumah Tahanan KPK.

"Dilakukan penahanan 20 hari pertama  untuk tersangka SFB di Rutan KPK K4 (Belakang Gedung Merah Putih KPK)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Senin (27/5).

Diketahui, ini adalah kali kedua Sofyan Basir diperiksa sebagai tersangka usai penetapan tersangka pada Selasa (23/4) lalu. Pemeriksaan pertama sebagai tersangka dilakukan pada awal Ramadhan yakni Selasa (6/5), saat itu penyidik tak langsung melakukan penhanan.

Kemudian, pada Jumat (24/5) kemarin KPK kembali memanggil Sofyan. Namun yang bersangkutan berhalangan hadir lantaran juga menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung terkait perkara dugaan korupsi pengadaan Marine Vessel Power Plant (MVPP) PT PLN.

Penyidik pun menjadwalkan ulang pemeriksaan pada Senin (27/5) pukul 10.00 WIB. Namun, ternyata mantan Dirut BRI itu juga mendapatkan panggilan dari penyidik di Kejaksaan Agung. Sofyan baru bisa datang ke Gedung KPK pada pukul 19.01 WIB.

Sebelumnya, dalam menghadapi perkara ini Sofyan Basir juga sempat mengajukan praperadilan. Namun, karena ingin fokus menghadapi perkara, Sofyan mencabut gugatannya. 

Dalam kasus ini, Sofyan diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari  jatah Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dan Mantan Sekertaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.

Bukti-bukti keterlibatan Sofyan dalam kasus ini dikumpulkan penyidik dari proses penyidikan hingga persidangan tiga tersangka sebelumnya yakni Eni, Idrus dan bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.

Sofyan diduga bersama-sama atau membantu Eni Maulani Saragih selaku Anggota DPR-Rl dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari Johannes Budisutrisno Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerja sama Pembangunan PLTU Riau-1.

Sofyan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagalmana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Penetapan tersangka Sofyan merupakan pengembangan dari penyidikan tiga tersangka sebelumnya yakni Eni, Johannes dan Idrus Marham. Ketiganya telah divonis, Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun pidana penjara dan Idrus Marham 3 tahun pidana penjara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement