REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah membatasi akses media sosial sejak aksi kericuhan di beberapa titik di Jakarta pada Rabu (22/5). Alasannya, untuk meminimalkan informasi–informasi tidak benar dan provokasi. Namun, pembatasan ini tidak memengaruhi pendapatan pengemudi ojek daring alias ojek online (ojol)
Salah satu pengemudi ojol, Bambang, mengatakan pembatasan media sosial sejak dua hari yang lalu tidak memengaruhi perolehan penumpang. Sebab, pemerintah hanya membatasi media sosial namun tidak membatasi layanan seperti aplikasi ojek daring dan marketplace.
Ia hanya mengaku terkadang kesulitan dalam menggunakan GPS saat mengantar penumpang. “Pembatasan media sosial tidak berpengaruh di aplikasi ojek. Hanya kadang–kadang GPS tidak bisa. Kalau dapat penumpangnya biasa saja, tergantung kita rajin atau tidak,” ujarnya kepada Republika, Jumat (24/5).
Pembatasan media sosial oleh pemerintah memang tidak berpengaruh dalam mencari penumpang. Namun, Bambang mengaku kesulitan saat menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dengan teman sesama pengemudi ojol dan keluarganya di rumah.
“Susahnya cuma waktu pakai Whatsapp dan Facebook saja, susah untuk menghubungi keluarga,” kata pria yang sudah tiga tahun menjadi pengemudi ojek daring itu.
Ia juga mengaku omzet yang ia dapat selama Ramadhan sama seperti bulan-bulan lain di luar Ramadhan. Peningkatan permintaan hanya terjadi saat jam-jam sibuk, terutama menjelang buka puasa, yakni permintaan pesanan makanan.
Hal yang sama diungkapkan oleh pengemudi ojol lain bernama Iwan. Ia juga mengaku sejak hari pertama terjadi kericuhan sampai sekarang tetap lancar menggunakan aplikasi ojol meskipun ia tidak menggunakan VPN. Sama seperti Bambang, ia terkadang hanya kesulitan menggunakan GPS.
“Alhamdulillah lancar–lancar saja, tidak berpengaruh meskipun ada pembatasan dari pemerintah. Meskipun kata orang harus pakai VPN supaya lancar, tapi saya tidak pakai VPN juga sudah lancar,”ujarnya.