REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Seorang guru berstatus aparatur sipil negara (ASN) yang menyebarkan pesan berisi ancaman teror di Kabupaten Garut meminta maaf atas pebuatan yang dilakukannya. Lekaki berinisial AS (54 tahun) itu, mengaku menyadari penyebaran pesan itu meresahkan dan merugikan masyarakat.
Ia mengaku mendapat pesan tersebut dari grup pesan singkat Prabowo-Sandi. Tanpa membaca dengan cermat pesan yang ada di grup itu, ia lantas menyebarkan ke grup-grup lainnya yang diikuti.
"Saya belum betul-betul membaca dan tidak bermaksud mengeshare. Tapi kayaknya ada sedikit error di hp dan terjadi pengiriman pesan," kata dia di Polres Garut, Selasa (21/5).
Ia mengaku tidak ingat orang yang pertama kali menyebarkan pesan itu. Ia pun tak mengenal orang-orang yang ada di grup itu.
Berdasarkan keterangannya, ia masuk ke dalam grup itu diundang oleh orang yang tidak dikenalnya. Namun, karena kesamaan pilihan politik, AS bertahan dan mengambil informasi yang tersebar di sana.
Menurut dia, pertama kali ia menerima pesan ancaman itu pada Kamis (16/5) sekitar pukul 18.00 WIB. Setelah menerima pesan dan membacanya sekilas, ia lantas menyebarkan pesan ancaman itu ke grup-grup lainnya.
"Saya bukan membuatnya. Saya hanya share. Gak baca dulu," kata dia.
Pesan yang disebarkan AS sendiri berisi ajakan untuk menghancurkan perusak NKRI. Penghancuran itu dilaukan dengan cara pengeboman massal di Jakarta pada 21-22 Mei.
Pesan itu juga berisi ajakan jihad yang akan dilakukan pada 22 Mei di depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta. Aksi itu sekaligus untuk melakukan peledakan. Dalam pesan itu juga berisi tagar #2019PrabowoHarusPresiden dan #KPUCurang.
Ia menyesal atas perbuatan menyebarkan pesan itu. AS juga meminta maaf atas perbuatannya yang meresahkan masyarakat. "Itu sebenarnya bukan kehendak saya, hanya share. Saya benar-benar minta maaf," kata dia.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Barat (Jabar), Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, polisi menangkap AS di rumahnya Kampung Jatijajar, Desa Sindangsuka, Kecamatan Cibatu, pada Sabtu (18/5). AS merupakan seorang guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di salah satu SMA di Kecamatan Cibatu. Pesan teror itu berisi ancaman pengeboman massal di Jakarta pada 21 sampai 22 Mei.
"Pesan itu disebarkan tersangka ke beberapa grup WhatsApp. Seperti grup PAI, media Islam, sedulur Banten, SGT, dan Indonesia for Palestin," kata dia.
Ia menambahkan, tersangka secara sadar menyebarkan informasi tersebut. Selain ke beberapa grup, informasi itu juga disebarkan ke beberapa kontak pribadinya.
"Tentu kita ketahui dampaknya ke masyarakat adalah membuat rasa ketakutan," kata dia.
Trunoyudo menegaskan, isi pesan tersebut merupakan kabar bohong atau hoaks. Karena itu, ia meminta masyarakat tak takut dan tidak terpancing pesan yang sumbernya tidak jelas.
Menurut dia, pihak kepolisian masih mendalami untuk mencari pembuat awal pesan tersebut. "(Pembuat pesan) belum ditangkap. Masih ditelusuri," kata dia.
Untuk tersangka AS, Trunoyudo mengatakan, akan diancam dengan pasal berlapis, di antaranya Pasal 7 Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003, Pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 2018, Pasal 45a ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016, serta Pasal 14 ayat 2 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946. Tersangka diancam hukuman penjara minimal lima tahun dan maksimal 20 tahun.
Ia mengimbau masyarakat untuk selalu melakukan verifikasi terhadap setiap pesan yang diterimanya. Dengan begitu, masyarakat tidak akan gampang terhasut dengan informasi yang tak jelas sumbernya.