Senin 20 May 2019 09:58 WIB

Mencari Pimpinan KPK Berintegritas dan Independen

Pansel Capim KPK dinilai sarat kepentingan politik.

Rep: Dian Fath Risalah, Dessy Suciati Saputra, Arif Satrio Nugroho/ Red: Karta Raharja Ucu
Gedung KPK
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memprioritaskan integritas dan independensi dalam mencari komisioner yang akan memimpin lembaga antikorupsi selama lima tahun ke depan. Dua hal itu akan dikombinasikan dengan kemampuan teknis dari calon terkait pemberantasan korupsi.

"Proses seleksi nanti diharapkan dapat menghasilkan pimpinan KPK yang memiliki integritas dan independensi yang tinggi serta memiliki kompetensi yang mumpuni," kata anggota Pansel Capim KPK al-Araf kepada Republika.co.id, Ahad (19/5).

Al-Araf mengaku, masuk dalam anggota pansel menjadi tantangan yang berat baginya. Sebab, kata dia, harapan publik terhadap KPK dalam mengatasi persoalan korupsi di Indonesia sangat tinggi. "KPK merupakan institusi yang paling dipercaya publik dalam pemberantasan korupsi. Karenanya, memilih pimpinan KPK merupakan kerja yang berat," kata dia.

Presiden Joko Widodo telah mene tapkan Pansel KPK pada Jumat (17/5). Pansel Capim KPK 2019-2023 ini dipimpin Yenti Ganarsih, ahli hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU) sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Yenti sebelumnya juga masuk dalam pansel capim KPK periode 2015-2019.

Yenti menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Presiden Jokowi atas kepercayaan yang diberikan kepadanya. Dia berharap, Pansel Capim KPK periode 2019-2023 dapat bekerja maksimal dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. "Mohon doa untuk menghasilkan komisioner yang semakin baik dan pencegahan serta pemberantasan korupsi di Indonesia bisa berhasil dengan baik," kata Yenti.

Untuk wakil ketua pansel diisi oleh guru besar hukum pidana Universitas Indonesia, yang juga mantan pelaksana tugas pimpinan KPK, Indriyanto Senoadji. Sebagai anggota pansel ada nama Harkristuti Harkrisnowo, akademisi yang juga pakar hukum pidana dan HAM; Hamdi Moeloek, akademisi dan pakar psikologi Universitas Indonesia.

Selanjutnya adalah Marcus Priyo, akademisi dan pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada; Hendardi, pendiri LSM Setara Institute; dan Al Araf, Direktur Imparsial. Dalam pansel tersebut juga duduk dua unsur pemerintah, yakni Diani Sadia, Staf Ahli Bappenas, dan Mualimin Abdi, Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM.

Ketua KPK Agus Rahardjo berharap sembilan anggota Pansel Capim KPK untuk masa jabatan tahun 2019- 2023 melakukan proses secara transparan. Kerjanya harus transparan, tiap tahapan transparan. "Saat kami diwawancara pansel di Setneg, kan terbuka untuk umum, jadi ya harapan kita ke Pansel ya seperti itu. Pada waktu fit and proper test oleh DPR juga terbuka untuk umum. Jadi, harapan kita untuk transparan itu," ujar Agus.

Selain itu, Agus juga berharap agar lima pimpinan KPK penerus periode saat ini nanti bisa tetap indepen den dan berintegritas. Terutama bisa mempercepat kinerja di dua aspek, baik di pencegahan dan penindakan. Sebab, menurut dia, pencegahan dan pemberantasan tak bisa dipisahkan.

Dua sisi itu, pencegahan harus terus-menerus, harus makin banyak melibatkan instansi masyarakat, NGO (lembaga swadaya masyarakat) dan lainnya. "Tapi, kemudian penindakan tak boleh kendor, tak boleh reda. Karena, dengan penindakan bisa mengembalikan, terutama asset recovery," ujar dia.

Presiden Jokowi menilai, sembilan anggota Pansel Capim KPK 2019-2023 yang telah ditetapkan merupakan tokoh-tokoh yang kredibel dan memiliki kapasitas

photo
Presiden RI Joko Widodo.
"Saya kira pansel figur-figurnya sangat kredibel dan memiliki kapasitas untuk menyeleksi," kata Presiden.

Kendati Pansel tersebut memiliki kewenangan untuk menyeleksi, Presiden mengatakan, keputusan akhir siapa yang akan menduduki jabatan pimpinan KPK ada di tangan DPR. Presiden mengaku tidak meminta pansel untuk mencari figur dengan kriteria tertentu. Kita hanya menyiapkan panitia seleksinya. "Diharapkan yang terpilih nanti betul-betul yang terbaik dan diserahkan ke DPR," ujar dia.

Sementara Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, komposisi pansel sarat kepentingan elite. "Dengan komposisi yang ada, ada nuansa bahwa Presiden lebih mempertimbangkan harmoni dan kompromi kepentingan elite dalam lingkaran terdekatnya daripada upaya yang sungguh-sungguh untuk memberantas korupsi," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana.

Kurnia menilai, Presiden Jokowi perlu melakukan evaluasi menyangkut kinerja sejumlah anggota pansel terdahulu. Mengingat pada periode kepemimpinan KPK hari ini, ICW menganggap banyak masalah internal KPK yang kian mengkhawatirkan.

Menurut dia, pansel KPK abai melihat aspek rekam jejak dilihat dari integritas maupun sikap atau posisi mereka terhadap kelembagaan KPK. Sehingga, komposisi pansel menimbul kan kesan politik akomodatif.

Sementara itu, beberapa nama pansel juga memiliki kedekatan dengan pihak kepolisian yang memicu kecurigaan adanya kehendak untuk mempertahankan kontrol elite kepolisian atas KPK. Padahal, KPK dibentuk untuk men jalankan fungsi trigerbagi pe- negak hukum lainnya. "Dikhawatirkan, kepentingan ini dapat mengganggu independensi KPK dalam memberantas korupsi," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement