REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang hari pengumuman hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 pada Rabu (22/5) mendatang, sekelompok masyarakat menghendaki adanya aksi massa di Jakarta.
Sehubungan dengan itu, Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (CESPEL) Ubedilah Badrun mengimbau negara untuk dapat memberi ruang bagi kelompok-kelompok yang berpandangan kritis.
"Kami melihat bahwa protes masalah hasil pemilu adalah hak politik yang harus diberi ruang," ujarnya saat ditemui Republika.co.id di Gedung Asrama Sunan Gunung Jati, Jakarta Timur, Ahad (19/5).
Dia menambahkan, protes adalah hak setiap warga negara. Bagaimanapun, hak itu harus diwujudkan dengan cara-cara yang menjunjung tinggi adab.
Tambahan pula, dia meyakini, protes yang akan dilakukan di depan Kantor KPU dan Bawaslu pada Rabu (22/5) mendatang akan berjalan dengan tertib.
Selain sebagai hak, protes juga merupakan wujud bentuk edukasi politik. Menurut Ubed, hal itu penting dalam konteks membangun demokrasi yang lebih matang di Tanah Air. Oleh karena itu, negara tidak perlu merespons secara koersif.
"Jika kemudian negara menggunakan cara-cara koersif. Hal itu akan menimbulkan resistensi. Harusnya, negara merespons dengan cara-cara yang dialogis," kata Ubed.