Jumat 17 May 2019 21:14 WIB

Dapat Amnesti Yordania, 50 Pekerja Migran Pulang "Kampung"

Pekerja yang mendapat amnesti umumnya termasuk Pekerja Migran Indonesia Bermasalah.

Sebanyak 50 Pekerja Migran Indonesia Bermasalah mendapat amnesty dari Pemerintah Yordania.
Foto: Kemnaker
Sebanyak 50 Pekerja Migran Indonesia Bermasalah mendapat amnesty dari Pemerintah Yordania.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 50 Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang termasuk Pekerja Migran Indonesia Bermasalah (PMI-B) dipulangkan dari Yordania. Pemulangan (repatriasi) ini dilakukan KBRI Amman dengan memanfaatkan program amnesti gelombang ke-4 Pemerintah Yordania atas pengampunan pelanggaran atau kesalahan hukum.

Ke-50 pekerja migran tersebut tiba di Tanah Air pada Jumat (17/5) siang. Sebagai informasi, PMI yang memanfaatkan program Amnesti untuk pulang ke Tanah Air ini, keseluruhannya adalah mereka yang sudah habis masa kontrak kerja dan izin tinggalnya di Yordania, dan memaksakan diri bekerja secara ilegal.

Baca Juga

"Program amnesti tahun 2019 ini dimanfaatkan pemerintah untuk mempercepat proses pemulangan para pekerja migran yang bermasalah di Yordania sebanyak 50 persen WNI yang berstatus ilegal yang bisa dibantu oleh KBRI," ujar Kasubdit Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Kementerian Ketenagakerjaan, Yuli Adiratna, dalam keterangan tertulisnya Jumat.

Yuli mengungkapkan mayoritas peserta program ini adalah pekerja migran bermasalah yang berstatus ilegal (tidak berdokumen), tentunya yang telah berdomisili di Yordania lebih dari delapan tahun. Pada pemulangan ini ada tiga orang PMI yang dipulangkan dari rumah tahanan detensi An-Nadara , kasusnya telah diputuskan pemerintah untuk di deportasi dan satu orang anak dari Murni BT Nuryah Pumok dipulangkan melalui program amnesti.

"Pemerintah melakukan berbagai upaya agar proses repatriasi berjalan lancar. Ini bentuk perlindungan bagi pekerja migran," katanya.

Bentuk perlindungan negara terhadap PMI salah satu programnya Desa Migran Produktif (Desmigratif). Program Desmigratif bertujuan untuk meningkatkan perlindungan bagi pekerja migran sejak dari desa, pentingnya peranan petugas migran dan keluarganya dari proses migrasi yang unprosedual, beresiko tinggi dan perdagangan orang (human Trafficking).

Dari 50 PMI-B, 23 pekerja berasal dari Provinsi Jawa Barat. Mereka berasal dari Indramayu sebanyak tujuh orang dan Kerawang enam, Cirebon dan Sukabumi tiga, Cianjur dan subang dua, Bandung, Kuningan dan Purwakarta satu. Sedangkan yang berasal Jawa Tengah Brebes tiga orang, Kendal dan Payung tengah satu, Purwodadi satu, Banten enam, NTB empat, Lombok Timur satu, Lampung Timur satu, dan satu orang lagi yang berasal dari Situbondo Jawa Timur.

Dubes KBRI Amman, Andy Rachmianto, mengatakan program amnesti pemerintah Yordania ini harus dimanfaatkan sebenar-benarnya karena program ini tidak selalu ada setiap tahunnya. "Kami menargetkan setidaknya 50 persen dari WNI yang berstatus ilegal dapat dibantu kepulangannya," ucapnya.

Kebijakan Amnesti ini diberlakukan selama enam bulan, terhitung sejak tanggal 12 Desember 2018 dan akan berakhir tanggal 12 Juni 2019. KBRI Amman telah melakukan berbagai sosialisasi baik dengan pertemuan langsung, melalui telepon, maupun lewat media sosial.

Atase Ketenagakerjaan KBRI Amman, Suseno Hadi, mengatakan hampir seluruh WNI yang memanfaatkan program amnesti ini merupakan para pahlawan penyumbang devisa, yang seluruhnya perempuan dan telah menetap di Yordania selama belasan tahun.

Maka diharapkan mereka dapat memanfaatkan program amnesti ini untuk dapat kembali ke Indonesia. Bagi mereka yang tidak memanfaatkan program ini, denda izin tinggal akan dihitung sejak masa izin tinggal resminya habis dengan perhitungan 1,5 Jordan Dinar sekitar Rp 29.500 per hari.

Setelah diumumkannya program amnesti, jumlah pekerja migran bermasalah yang mendaftarkan diri ke KBRI terus bertambah setiap harinya. Program ini diharapkan dapat menjaring seluruh WNI yang bermasalah terhadap pelanggaran izin tinggal di Yordania.

"Tim Satgas telah mengidentifikasi 50 orang anak lebih yang terlahir dari PMI yang berhubungan tidak resmi dengan warga negara lain. Anak-anak yang lahir dengan keadaan yang demikian akan bermasalah karena tidak memiliki surat kelahiran dan tidak memiliki status kewarganegaraan yang sah," ujar Suseno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement