Jumat 17 May 2019 18:50 WIB

Menaksir Harga Rumah Menteri Basuki Sebelum Digusur

Rumah Menteri PUPR Basuki Hadimuljono

Pengendara melintasi gerbang Tol Bekasi Cawang Kampung Melayu (Becakayu), di pintu masuk tol Jakasampurna, Bekasi, Jawa Barat, Senin (6/11).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Pengendara melintasi gerbang Tol Bekasi Cawang Kampung Melayu (Becakayu), di pintu masuk tol Jakasampurna, Bekasi, Jawa Barat, Senin (6/11).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Rumah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono di Komplek Pengairan, Rawa Semut, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi terancam digusur pemerintah untuk pembangunan tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu). Lalu berapa taksiran harga rumah sang menteri jika benar akan digusur?

Pengurus RT setempat, Helmi Tamar, mengatakan rumah Basuki berada di Blok A Nomor 18 RT 4 RW 12. Lokasinya menghadap saluran Kalimalang. Konstruksi Jalan Tol Becakayu direncanakan menggunakan lahan di pinggir Kalimalang. Dengan demikian rumah Menteri Basuki berpotensi terdampak.

Baca Juga

Helmi memaparkan jika menilik harga pasaran, tanah di Komplek Pengairan saat ini mencapai Rp 7-10 juta per meter. Tapi mengacu pada pengadaan lahan untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung di seberang komplek, harga yang diberikan oleh tim penilai independen sebesar Rp 17 juta per meter.

"Kita minta yang wajar dan yang pantas juga ya. Seperti di Pasar Gembrong Jakarta Timur Rp 35 juta yang kena Tol Becakayu," kata dia pada Jumat (17/5).

Jika mengacu pada pembebasan lahan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, rumah Basuki yang berdiri di atas lahan seluas 200 meter akan mendapat penggantian dari pemerintah senilai Rp 3,4 miliar lebih. Itu belum termasuk penggantian bangunan yang diperkirakan mencapai 100 meter serta tanaman yang ada di atasnya.

Bisa jadi Basuki akan mengantongi uang dari pembebasan lahan senilai lebih dari Rp 4 miliar. Helmi menerangkan sejauh ini pembangunan Tol Becakayu yang melintasi komplek Pengairan baru sebatas isu. Belum ada sosialisasi resmi dari pemerintah maupun perusahaan yang menggarap tol tersebut.

"Sudah lama isunya, tapi kan mestinya secara resmi ada, surat pemberitahuan misalnya. Itupun harus disosialisasikan kepada penghuninya, enggak bisa begitu langsung penggusuran. Ada tahap-tahapnya yang harus dilalui," ucapnya.

Menurut Helmi warga terdampak tak mempermasalahkan lahannya dipakai untuk proyek tersebut. Akan tetapi warga meminta ada ganti untung seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan pengadaan lahan untuk proyek pemerintah.

"Itu yang penting, jadi kehidupan kita yang begini bisa lebih baik, jangan lebih parah lagi," tandas pria berusia 71 tahun yang juga pensiunan Kementerian PUPR itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement