Selasa 14 May 2019 13:21 WIB

Petugas KPPS Meninggal: Kelelahan Bukan Pemicu Utama

Petugas KPPS yang meninggal mayoritas berusia antara rentang 50-59 tahun.

Rep: RIZKY SURYARANDIKA, DIAN ERIKA NUGRAHENY/ Red: Elba Damhuri
Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menunjukkan kotak suara dalam kondisi kosong setelah seluruh dokumen dikeluarkan saat Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 24 Kelurahan Watubanga, Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (27/4/2019).
Foto: Antara/Jojon
Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menunjukkan kotak suara dalam kondisi kosong setelah seluruh dokumen dikeluarkan saat Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 24 Kelurahan Watubanga, Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (27/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, kelelahan bukan menjadi penyebab utama ratusan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) meninggal. Ketua Umum IDI Daeng Muhammad Faqih mengatakan, kelelahan hanya menjadi salah satu pemicu kematian.

Sedangkan faktor lainnya sangat bervariasi, bergantung penyakit bawaan atau kondisi kesehatan korban. "IDI berpendapat kelelahan bukan penyebab langsung kematian mendadak, tapi salah satu faktor pemicu," katanya setelah diskusi publik "Membedah Persoalan Kematian Mendadak Petugas Pemilu dari Perspektif Keilmuan" di kantor PB IDI pada Senin, (13/5).

Daeng menyatakan siap membantu dengan menggerakkan anggotanya di seluruh wilayah Indonesia untuk mengungkap kebenaran penyebab meninggalnya ratusan petugas pemilu. Ia juga mengimbau anggota IDI agar mengumpulkan informasi soal penyakit dan kematian petugas pemilu pada tim internal IDI.

Tujuannya agar tidak memunculkan informasi yang simpang siur. Namun, IDI tak bisa membatasi kebebasan dokter untuk menyatakan pendapat soal penyebab kematian petugas pemilu.

"Masyarakat jangan berprasangka sebelum hasil investigasi disampaikan. IDI sampaikan perlu rumuskan langkah konkret penyebab kematian dan sakit pascapemilu agar tidak terjadi lagi," katanya.

Guru besar ilmu penyakit dalam Universitas Indonesia Zubairi Djoerban menyebut ada beberapa jenis sudden death atau kematian mendadak. Namun, ia meragukan penyebab kematian ratusan petugas pemilu hanya karena kelelahan.

"Kelelahan sebabkan kematian mendadak kalau jam kerja banyak dan ditambah pola hidup tidak sehat. Penyebab bisa serangan jantung dan strok. Ini perlu autopsi, toksikologi," ujarnya.

Di tempat yang sama, Ketua Persatuan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) Anwar Santoso menyebut kematian mendadak karena penyakit kardiovaskuler 85 persen terjadi di rumah. Penyebabnya banyak faktor, seperti abnormalitas arteri koroner. Soal kematian mendadak petugas pemilu, kata dia, tak bisa langsung disimpulkan hanya karena kelelahan.

"Ada penelitian di Inggris tahun 1992, kesimpulannya tidak ada hubungan antara kelelahan dan kematian karena penyakit jantung saat itu," ujarnya.

Ia menilai, ada gangguan kesehatan yang sebelumnya sudah diderita petugas pemilu yang meninggal. Ditambah lagi dengan tekanan mental saat menjalankan tugas menyebabkan beban kerja jantung meningkat.

"Tekanan berat dengan punya bawaan penyakit jantung koroner akhirnya bisa meninggal. Kelelahan bukan faktor tunggal. Ada rasa emosi, stres. Apa petugas pemilu kerja dalam kondisi seperti itu?" tuturnya.

Sementara, Kementerian Kesehatan sudah mulai melakukan autopsi verbal untuk mengungkap penyebab kematian petugas pemilu. Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes Tri Hesti Widyastoeti menjelaskan, autopsi verbal berperan dalam investigasi atas kematian seseorang. Metodenya melalui wawancara dengan orang terdekat tentang tanda-tanda kematian.

"Untuk yang meninggal di rumah sakit ada audit kematian, di luar rumah sakit itu outopsi verbal," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement