Senin 13 May 2019 21:26 WIB

Muhammadiyah Soroti Keberpihakan terhadap UMKM

Menurut ketua PP Muhammadiyah, UMKM sepantasnya diberi perhatian yang lebih besar

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Hasanul Rizqa
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memegang peranan penting dalam menjaga keberlangsungan ekonomi bangsa. Hal ini ditekankan ketua PP Muhammadiyah Buya Anwar Abbas. Namun, lanjut dia, sejauh ini keberpihakan pemerintah dan para pemangku kepentingan masih minim terhadap pertumbuhan UMKM. Hal ini tampak, misalnya, dari peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14 Tahun 2012.

Di dalam Bab II ayat 1 peraturan tersebut, disebutkan perbankan harus mengucurkan kredit dan pembiayaan kepada UMKM. Akan tetapi, sambung Buya Anwar, pada ayat 2, ada sebuah amanat supaya perbankan mengucurkan minimal 20 persen kepada UMKM.

Baca Juga

"Yang namanya perbankan itu kan dikuasai oleh konglomerat. Yang dikucurkan ya 20 persen," kata Buya Anwar Abbas dalam acara diskusi bertajuk "Risalah Pencerahan dalam Kehidupan Keumatan dan Kebangsaan: Tinjauan Ekonomi, Politik dan Sosial Budaya", di kampus Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan, Ciputat, Tangerang Selatan, Senin (13/5).

Padahal, lanjut Anwar, persentase jumlah UMKM di seluruh Indonesia terbilang besar, yaitu 99,9 persen. Sementara itu, keberadaan usaha besar hanya 0,1 persen.

"Pak Agus Martowardojo sewaktu gubernur Bank Indonesia, (saya tanya kepadanya) 'Kira-kira yang dikucurkan berapa?' Jadi yang jumlahnya 0,1 persen itu dapat 85 persen, sementara yang jumlahnya 99,9 persen, dapatnya hanya 15 persen," tutur Buya Anwar.

Dalam kesempatan ini, turut hadir perwakilan dari Bank Indonesia. Sementara itu, Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia Suhaedi, menyampaikan soal upaya pengelolaan dana umat Islam agar lebih produktif. Sebagai contoh, ialah pengelolaan dana wakaf.

"Tiap individu boleh mewakafkan uangnya, lalu dikelola oleh Badan Wakaf Indonesia, kemudian dibelikan sukuk. Nanti sukuknya untuk membiayai proyek-proyek pendidikan kesehatan dan sebagainya. Jadi bukan hanya tanah tapi juga berapapun itu bisa diberikan," jelas Suhaedi.

Selain itu, Suhaedi mengatakan, zakat, infak, sedekah dan wakaf (ziswaf) juga akan terus dikembangkan. Dalam hal ini, kalangan perguruan tinggi dan organisasi keagamaan terus diajak bekerja sama, sehingga ziswaf lebih dikenal luas. Pihaknya juga mendorong edukasi dan riset agar mendorong akselerasi pertumbuhan keuangan syariah.

"Ini memerlukan kerjasama dengan kampus-kampus, dan ahli-ahli keuangan syariah, dan juga saudagar-saudagar dari Muhammadiyah, tentu akan lebih afdhol lagi antara teori dan praktis nya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement