Senin 13 May 2019 05:03 WIB

Ummi Kalsum: Perempuan Pemersatu Arab

Dia, Ummi Kalsum kecil, sering mendengarkan ayahnya mengajarkan Alquran.

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto: Republika/Daan
Ikhwanul Kiram Mashuri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ikhwanul Kiram

Boleh saja orang-orang Arab berbeda pandangan soal politik, fatwa agama, dan kebijakan penguasa. Atau boleh saja mereka tak sependapat dalam segala hal. Namun, mereka akan sepakat bila memperbincangkan seorang perempuan ini: Umm Kulthum! Atau Ummi Kalsum bagi banyak lidah orang Indonesia.

Bahkan, ketika kesamaan agama dan bahasa tidak mampu mempersatukan bangsa-banga Arab, Ummi Kalsum "tampil beda". Puluhan lagu yang ia dendangkan telah berhasil mempersatukan bangsa-sangsa Arab, yang terbentang dari Samudra Atlantik di barat hingga Laut Arab di timur, dari Laut Tengah di utara hingga tanduk Afrika dan Samudra Hindia di tenggara.

Ya, seperti dikatakan Tariq al-Shennawi, kritikus film dan musik dari Mesir, Kalsum sudah melampaui batas-batas geografis. Ia adalah Liga Arab ketika negara-negara anggota liga itu sendiri—beranggotakan 24 negara dengan 325 juga jiwa penduduk—berantakan bercerai-berai. Dia adalah jiwa dan nurani Arab.

Di banyak negara terdapat gedung-gedung seni dan kafe yang membawa nama Ummi Kalsum. Saluran radio dan televisi yang khusus memperdengarkan lagu-lagunya pun ada di hampir setiap negara Arab. Pendek kata, ia bukan hanya ikon nasional Mesir dan ‘Egypt's Fourth Pyramid’, melainkan sudah menjadi ‘the Voice of Arab’.

Namun, bukan hanya karena Kalsum biduan bersuara merdu kalau ia dicintai rakyat Arab, melainkan juga sikap patriotismenya membela Mesir dan Arab, termasuk Palestina. Juga lika-liku perjuangannya yang tak kenal lelah yang kemudian menjadikannya teladan.

Ummi Kalsum lahir di Desa Tamay al-Zahayra, Kecamatan al-Senbellawein, Provinsi Dakahlia, sekitar 125 km dari Kairo, Mesir, atas nama Fatimah Ibrahim al-Sayed al-Beltagy. Tanggal kelahirannya diperkirakan 31 Desember 1898.

Ayahnya, Ibrahim, selain petani juga pembaca Alquran keliling. Ia sering diundang dalam acara-acara keagamaan di kampungnya untuk membaca Alquran, tahlil, dan shalawat Nabi Muhammad SAW.

Di rumah, Ummi Kalsum kecil sering mendengarkan ayahnya mengajarkan pembacaan dan hafalan Alquran kepada kakaknya, Khalid. Suatu hari ayahnya memergoki anak perempuannya itu sedang membaca Alquran dan ternyata suaranya lebih bagus daripada si kakak.

Sejak itu sang ayah pun sering mengajak dua anaknya, kakak beradik, dalam undangan-undangan di kampung. Dua anaknya sering pula diminta ayahnya untuk ikut membaca Alquran di depan umum.

Yang menjadi masalah, di Mesir—dan juga negara-negara Arab lain—perempuan tidak diperkenankan membaca Alquran di depan umum. Aturan ini tidak berlaku untuk menyanyi. Karena itu, Ummi Kalsum kecil pun dipakaikan pakain laki-laki.

Bila ayahnya sakit, dua anaknya sering diminta mewakilinya memenuhi berbagai undangan. Namun, karena suara Ummi Kalsum lebih bagus, orang-orang kampung pun lebih memilihnya daripada kakaknya, Khalid.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement