Ahad 12 May 2019 08:18 WIB

Jadi Tersangka, Budi Tetap Jabat Wali Kota Tasikmalaya

Tim kuasa hukum Budi Budiman meminta penangguhan penahanan ke KPK

Rep: Bayu Adji P/ Red: Nidia Zuraya
Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/5).
Foto: Republika/Prayogi
Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/5).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Status tersangka dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melekat pada Budi Budiman tak membuat jabatannya sebagai Wali Kota Tasikmalaya hilang. Setelah menjalani pemeriksaan di Jakarta pada Kamis (9/5), Budi tak langsung ditahan dan dipersilakan kembali ke Kota Tasikmalaya.

Ketua tim kuasa hukum Budi Budiman, Bambang Lesmana mengatakan, KPK membiarkan kliennya masih bebas untuk sementara waktu lantaran timnya meminta penangguhan penahanan. Menurut dia, selama menjalani pemeriksaan kliennya selalu bersikap koperatif. Ia menambahkan, Budi juga tak bertele-tele saat menjawab sekitar 20 pertanyaan yang diajukan oleh penyidik saat pemeriksaan.

Baca Juga

"Selain itu, karena saat ini masih nuansa bulan puasa. Semua penyidik dan pimpinan KPK akhirnya memperbolehkan kami pulang," kata dia kepada wartawan, Sabtu (11/5) malam.

Karena itu, ia melanjutkan, status Budi sebagai Wali Kota Tasikmalaya masih aktif meski sudah berstatus sebagai tersangka. Lagipula, hal itu tidak melanggar Undang-Undang (UU).

Bambang mengatakan, dalam amanat UU, seorang kepala daerah harus tetap melaksanakan jabatannya selama tidak ada yang menghalanginya. Artinya, selama belum ada perintah penahanan dari KPK, kliennya akan tetap bertugas sebagai Wali Kota Tasikmalaya.

"Kalau sudah ditahan otimatis harus berhenti, kan otomatis tak bisa mengerjakan tugasnya sebagai Wali Kota. Dengan begitu, roda pemerintahan bisa berjalan dengan baik," kata dia.

Sebagai Wali Kota, Budi juga masih diperkenankan melakukan perjalanan dinas ke luar kota. Namun, ia tidak diperkenankan untuk pergi ke luar negeri karena sudah mendapatkan surat pencegahan dari KPK, selama proses hukum ini berlangsung.

Meski begitu, ia menegaskan, Budi akan selalu siap jika ada pemanggilan kembali dari KPK. Ia menjamin, kliennya akan bersikap koperatif untuk menyelesaikan kasusnya.

Bambang juga masih belum mengetahui waktu pemanggilan untuk Budi selanjutnya. Menurut dia, hal itu merupakan kewenangan dari KPK.

"Kapan dipanggil KPK, kita siap dan koperatif. Kecuali kalau Budi sakit berat," kata dia.

Budi memang diperkenankan untuk pulang oleh KPK meski berstatus tersangka. Namun, bukan berarti ancaman hukum untuk Wali Kota Tasikmalaya itu hilang.

Bambang menyatakakan, kemungkinan Budi dari jeratan hukum KPK sangat berat. "Saya berbicara rill saja, walaupun celah ada, tapi saya nyatakan berat. Karena berdasarkan bukti-bukti yang ada itu berat," kata dia.

Sebelumnya, Pelaksana tugas Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Akmal Malik mengatakan, status tersangka memang belum bisa dinyatakan bersalah dalam perspektif hukum. Menurut dia, sepanjang masih bisa melaksanakan tugas-tugasnya, yang bersangkutan masih diperkenankan menjabat sebagai kepala daerah.

Apalagi, KPK tak melakukan penahanan, maka yang bersangkutan masih bisa menjabat. "Memang dari sisi etika itu kurang elok, tapi dari perspektif hukum itu dibolehkan," kata dia kepada wartawan melalui pesan singkat, Kamis (9/5) malam.

Namun, ia meminta semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Selama jalannya pemerintahan daerah tidak terganggu, hal itu tidak masalah meski tak baik secara etika.

Sebelum dijadikan tersangka, belasan penyidik KPK sempat memeriksa ruang kerja Wali Kota Tasikmalaya itu pada Rabu (24/4). Selain memeriksa ruang kerja Wali Kota, penyidik KPK juga memeriksa beberapa ruangan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soekardjo, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), dan Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, pada Kamis (25/4).

Budi diduga melakukan gratifikasi kepada mantan pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yaya Purnomo terkait pengaturan anggaran daerah tahun 2018. Dalam kasus itu, Yaya telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement