Jumat 10 May 2019 21:32 WIB

Setelah Jaksa Sebut Menpora Ikut Serta Bermufakat Jahat

Pimpinan KPK menunggu laporan lengkap jaksa terkait kasus yang menyeret Menpora.

Rep: Antara, Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Imam Nahrawi menjadi Saksi. Menpora Imam Nahrawi memasuki ruang sidang untuk menjadi saksi dalam kasus dugaan suap dana hibah KONI di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/4/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Imam Nahrawi menjadi Saksi. Menpora Imam Nahrawi memasuki ruang sidang untuk menjadi saksi dalam kasus dugaan suap dana hibah KONI di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Nama Menteri Pemuda dan olahraga (Menpora) Imam Nahrawi semakin dalam terseret dalam pusaran kasus dugaan korupsi setelah beberapa kali disebut dalam perkara terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johny E Awuy. Pada persidangan, Kamis (9/5), Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahkan menilai Imam beserta asisten pribadinya Miftahul Ulum, dan staf protokoler Kemenpora Arief Susanto melakukan permufakatan jahat yang dilakukan secara diam-diam (sukzessive mittaterscraft).

Hal itu diutarakan jaksa dalam nota tuntutan terhadap dua terdakwan kasus dugaan korupsi dana hibah untuk KONI, Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johny E Awuy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (9/5). Kedua dituntut masing-masing pidana penjara 4 dan 2 tahun penjara.

"Menurut pandangan kami penuntut umum, dari adanya keterkaitan antara bukti satu dengan yang lain menunjukkan adanya bukti dan fakta hukum tentang adanya keikutsertaan dari para saksi tersebut dalam suatu kejahatan yang termasuk dalam permufakatan jahat yang dilakukan secara diam-diam atau dikenal dengan istilah sukzessive mittarterscraft," kata JPU KPK Ronald Worotikan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Jaksa meminta agar majelis tidak mempertimbangkan kesaksian yang diberikan Imam Nahrawi, Miftahul Ulum dan Arief Susanto. Ketiganya dalam persidangan sebelumnya telah membantah penerimaan uang total Rp 11,5 miliar dari Ending dan Johny E Awuy kepada Miftahul Ulum untuk kepentingan Imam Nahrawi.

"Keterangan saksi dan alat bukti berupa buku tabungan bank atas nama Johny E Awuy dan rekening koran dan bukti kartu ATM yang pernah diserahkan Johny atas sepengetahuan Ending kepada Miftahul Ulum serta alat bukti elektronik berupa rekaman percakapan maka bantahan yang dilakukan saksi Miftahul Ulum, saksi Arief Susanto dan saksi Imam Nahrawi menjadi tidak relevan dan patut dikesampingkan," tambah jaksa Ronald.

Alasannya adalah keterangan saksi hanya berdiri sendiri dan tidak didukung alat bukti sah lainnya. "Bantahan tersebut hanya usaha pembelaan pribadi para saksi agar tidak ikut terjerat dalam perkara ini mengingat adanya keterangan saksi Valentinus Suhartono Suratman selaku Ketua KONI Pusat yang dalam keterangannya saat diputar rekaman percakapan Valentinus Suhartono Suratman mengakui dirinya berbicara dengan Adhi Purnomo dan Eko Triyanta pada 13 November 2018," ungkap jaksa.

Saat itu, Suhartono Suratman sedang melakukan pertemuan dengan Miftahul Ulum, Ending dan Johny E Awuy di kantor KONI Pusat kemudian yang dipanggil "babe" dalam percakapan tersebut adalah Ending selaku Sekjen KONI Pusat. Pada pertemuan itu, dibicarakan agar Asian Games 2018 berjalan sukses dan ternyata sampai November 2018 masih ada kendala dan hambatan. Suhartono Suratman dalam pertemuan ini berharap agar Miftahul Ulum dapat memberikan masukan kepada Menpora agar proposal Wasping I dapat disetujui dan dicarikan.

Johny E Awuy juga pernah melakukan transfer kepada Miftahul Ulum saat Johny ada di Papua dan Ulum ada di Jeddah. Johny mentransfer Rp 20 juta. Lalu, saat kembali ke Jakarta Johny melapor ke Ending dan mentransfer lagi Rp30 juta sehingga total yang ditransfer ke Miftahul Ulum adalah Rp 50 juta sekira akhir November-awal Desember 2018.

Penarikan dana dilakukan oleh Miftahul Ulum pada akhir November 2018 saat sedang mendampingi Imam Nahrawi terkait undangan Federasi Paralayang di Jeddah. Sekaligus, melaksanakan ibadah umroh bersama dengan Imam Nahrowi dan beberapa pejabat kemenpora RI

"Namun di depan persidangan saksi Miftahul Ulum dan saksi Arief Susanto memberikan bantahan bahwa mereka tidak pernah datang ke kantor KONI Pusat dan tidak pernah menerima pemberian uang sejumlah total Rp 11,5 miliar sebagaimana keterangan Ending Fuad Hamidy, Eni Purnawati, supir Ending yaitu Atam yang diperkuat oleh pengakuan Johny E Awuy terkait adanya pemberian jatah komitmen fee secara bertahap yang diterima oleh Mihtahul Ulum dan Arief Susanto guna kepentingan Menpora RI yang seluruhnya sejumlah Rp 11,5 miliar haruslah dikesampingkan," tegas jaksa Ronald.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement