REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG---Dari delapan daerah di Jawa Barat, progres pembebasan bidang tanah pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung oleh PT KCIC di Kota maupun Kabupaten Bekasi tergolong paling minim. Menurut Kepala Kanwil ATR/BPN Jabar Yusuf Purnama, pembebasan bidang tanah di kedua wilayah tersebut baru selesai sekitar 40 persen.
Perlu diketahui, untuk pembangunan Kereta Api Cepat ini, Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jabar sedang berupaya membebaskan 7.400 bidang tanah.
"Ditargetkan pada tahun 2019 ini pembebasan bidang tanah (Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung) bisa selesai," ujar Yusuf kepada wartawan belum lama ini.
Menurut Yusuf, dalam progres pembebasan lahan, Kota dan Kabupaten Bekasi memiliki bobot yang sama. Yakni, baru tuntas sekitar 40 persen. Hal itu, karena terdapat beberapa persoalan terkait tanah yang sejak dari awal memang bermasalah.
"Itu Bekasi baru 40 persen, karena ada persoalan persoalan tanah yang sejak semula itu masalah," katanya.
Permasalahan tanah di Bekasi tersebut, kata dia, bukan karena kena rel saja tapi sejak semula memang bermasalah karena ada tumpang tindih kepemilikan atau sertifikat ganda. "Dua-duanya sama itu, kabupaten dan kota bobotnya sama," katanya.
Selain Kota dan Kabupaten Bekasi, kata dia, progres pembebasan bidang tanah pada beberapa daerah lainnya yang terlewati pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung sudah di kisaran 60 persen. Namun untuk Kabupaten Bandung, Yusuf mengklaim sudah mencapai 100 persen.
Sedangkan yang baru 60 persen itu, kata dia, salah satunya Kota Cimahi yang memang masih menyisakan beberapa bidang tanah untuk pembebasan. Hanya saja, menurut aturan dan mekanisme yang ada, sisa bidang tanah tersebut masih terlalu luas dan tidak bisa diganti rugi.
"Semuanya kan ada delapan (kabupaten kota), aman yang dari waktu ke waktu sudah bisa kita selesaikan," katanya.
Yusuf mengatakan, pihaknya melakukan berbagai kajian pada bidang tanah tersebut yang dipakai usaha oleh masyarakat. Di mana kajian-kajian itumembutuhkan analisa dan pertimbangan-pertimbangan sampai dengan legal opinion dari Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan Pusat- Daerah (TP4D).
"Agar kami tidak salah dalam menentukan dibayar berapa jumlahnya," katanya