REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PLN Sofyan Basir selesai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bos PLN itu diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka suap proyek pembangunan PLTU Riau-I. KPK juga tak langsung menahan Sofyan.
Sofyan mengaku tak banyak yang dikonfirmasi penyidik dalam pemeriksaan. Menurut dia, semua hal yang ditanyakan penyidik dalam pemeriksaan masih seputar identitas dan tupoksinya sebagai Dirut. "Belum (ke materi perkara), baru pertanyaan awal. Masih panjang ini ya," kata Sofyan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (6/5).
Saat ditanyakan lebih lanjut ihwal materi pemeriksaannya, Sofyan menolak berkomentar lebih jauh soal pemeriksaan tersebut. Sofyan mengaku pasrah dengan statusnya sebagai tersangka dan akan mengikuti proses hukum yang berjalan di Lembaga Antirasuah.
"Proses hukum kita harus hormati, kita harus jalankan dengan baik, KPK profesional. Ikuti saja," ujarnya.
Kuasa hukum Sofyan, Soesilo Ariwibowo menjelaskan dalam pemeriksaan perdana, kliennya sempat dicecar soal penandatangan kontrak proyek PLTU Riau-I. Hanya saja, terkait kontrak proyek belum detail.
"Jadi sedikit masalah di Riau-I, yang lain-lain belum ada. Cuma 15 pertanyaan," kata Soesilo.
Sementara Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati mengatakan, pemeriksaan terhadap Sofyan dikonfirmasi ihwal pertemuan-pertemuan yang dihadiri Sofyan maupun saksi lain. "Didalami juga terkait peran yang bersangkutan dalam pengadaan proyek PLTU Riau-1," terangnya.
Dalam kasus ini, Sofyan diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dan Mantan Sekertaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.
Bukti-bukti keterlibatan Sofyan dalam kasus ini dikumpulkan penyidik dari proses penyidikan hingga persidangan tiga tersangka sebelumnya yakni Eni, Idrus dan bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
Sofyan diduga bersama-sama atau membantu Eni Maulani Saragih selaku Anggota DPR-Rl dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari Johannes Budisutrisno Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerja sama Pembangunan PLTU Riau-1.
Sofyan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagalmana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Penetapan tersangka Sofyan merupakan pengembangan dari penyidikan tiga tersangka sebelumnya yakni Eni, Johannes dan Idrus Marham. Ketiganya telah divonis, Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun pidana penjara dan Idrus Marham 3 tahun pidana penjara.