Jumat 03 May 2019 18:18 WIB

Pengamat: Demokrat Mulai Berusaha Keluar dari Koalisi 02

Demokrat dinilai ingin menolak cara-cara Prabowo yang menolak hasil pemilu.

Rep: Rizkyan Adiyudha, Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (kanan) didampingi Mensesneg Pratikno (kiri) memberikan salam kepada wartawan usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (2/5/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (kanan) didampingi Mensesneg Pratikno (kiri) memberikan salam kepada wartawan usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (2/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik, Yunarto Wijaya menilai pertemuan antara Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi strategi keluarnya Demokrat dari Koalisi Adil dan Makmur. Menurutnya, Demokrat sedang berusaha keluar dari narasi yang tengah digunakan kubu Prabowo Subianto pada Pemilu 2019.

"Ini menurut saya hanya sinyal dari Demokrat ingin menolak cara-cara Prabowo untuk menolak pemilu itu saja," kata Yunarto Wijaya kepada Republika di Jakarta, Jumat (3/5).

Baca Juga

Lebih jauh, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia itu mengatakan, bergabungnya Demokrat ke dalam Koalisi Adil dan Makmur merupakan sebuah keterpaksaan. Itu, dia mengatakan, terlihat dari ketidakselarasan bahasa antara Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) serta partainya dengan kubu Prabowo sejak awal.

Dia mengatakan, SBY dan Demokrat sebenarnya memiliki komunikasi lebih baik dengan Joko Widodo ketimbang Prabowo Subianto. Dia melanjutkan, masuknya Demokrat ke dalam Koalisi Adil dan Makmur terpaksa dilakukan menyusul tidak tercapainya kesepakatan politik termasuk hambatan historis dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Keruhnya hubungan Demokrat dengan Prabowo, Yunarto mengatakan, juga terlihat dari kegagalan AHY menjadi cawapres. Dia melanjutkan, ketidakharmonisan juga terpapar dari ucapan Wasekjen Demokrat Andi Arief yang menyebut Prabowo sebagai 'jendral kardus'.

"Artinya memang menurut saya komunikasi awal lebih bagus SBY terhadap Jokowi dibandingkan dengan Prabowo," kata Yunarto.

Sebabnya, dia mengungkapkan, masih relatif jauh untuk melihat kemungkinan bergabungnya Demokrat ke dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Dia mengatakan, bergabungnya partai berlogo bintang mercy itu akan bergantung pada negosiasi posisi menteri atau negosiasi dari hal-hal yang sifatnya transaksional atau kesamaan visi-misi hingga pertemuan dengan partai-partai koalisi lainnya.

Kendati, Yunarto meragukan kecukupan kursi menteri kalaupun ada kesepakatan Demokrat masuk dalam kabinet pemerintahan. Dia mengatakan, partai besutan SBY itu juga akan melihat posisi pembantu presiden yang diberikan. Dia melanjutkan, partai koalisi lainnya juga belum tentu bisa menerima jatah kursi menteri yang diberikan.

"Tetapi Demokrat akan keluar dari skenario Prabowo yang memaksakan kemenangan melawan hasil quick count dan melawan Situng KPU. Menurut saya minimal mareka mengambil sikap tegas di situ dalam skenario (pertemuan), baru sebatas itu," katanya.

Dia mengatakan, narasi niatan untuk keluar dari kubu Prabowo juga diperlihatkan Partai Amanat Nasional (PAN). Dia mengatakan, upaya tersebut juga terlihat dari pertemuan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasam dengan Presiden Jokowi di Istana Negara.

Partai Demokrat menyebut tidak ada yang salah dalam pertemuan antara AHY dan Jokowi. Pascapertemuan itu, Demokrat mengindikasikan bahwa politik adalah hal yang dinamis.

"Ya dialog itu bagus, pertemuan itu jelas bagus dan saya kira tidak ada yang salah ya di politik itu tentunya membuka peluang," kata Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Amir Syamsudin saat dihubungi, Jumat (3/5).

Amir tak melanjutkan soal peluang apa yang dimaksud. Pasalnya, ia mengaku tak mengetahui dan tak berani menebak-nebak substansi pertemuan yang dilakukan di Istana Merdeka itu. Namun, Amir justru menekankan bahwa dunia politik dinamis.

"Politik itu kan dinamis ya, tidak bisa kita, politik itu adalah harga mati, tidak boleh," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement