REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Gempa bumi bermagnitudo 7,4 disusul tsunami dan likuefaksi yang melanda Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 tak hanya menelan 4.340 korban jiwa. Bencana alam tersebut juga menimbulkan kerugian material hingga Rp 18,48 triliun.
Data terakhir yang dicatat Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kegempaan Provinsi Sulawesi Tengah yang dikutip di Palu pada Jumat (3/5) mencatat gempa itu menimpa Kota Palu dan tiga kabupaten terdekat. Tiga kabupaten tersebut adalah Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong.
Kota Palu menderita kerugian material senilai Rp 8,3 triliun, Kabupaten Sigi Rp6,9 triliun, Donggala Rp2,7 triliun, dan Parigi Moutong Rp 640 miliar. Kerugian yang paling besar di sektor permukiman di mana hampir semua bangunan di sepanjang Pantai Teluk Palu rata dengan tanah karena diterjang tsunami.
Kerugian material juga termasuk dari kerusakan bangunan di daerah Petobo, Balaroa, dan Sibalaya juga terkena likuefaksi serta bangunan lain yang rusak berat dan ringan akibat gempa. "Dampak dari gempa menyebabkan kegiatan ekonomi terganggu dan hilangnya pendapatan sebagian besar masyarakat. Semua kegiatan seakan lumpuh total. Akan tetapi syukurlah kondisi tersebut kini mulai pulih," kata Gubernur Sulteng Longki Djanggola.
Dalam sambutan yang dibacakan Asisten Perekonomian Sekretaris Daerah Pemrov Sulteng Bunga Elim Somba pada seminar awal rencana aksi pemulihan ekonomi pascagempa, ia menyampaikan terima kasih kepada semua pihak di dalam dan luar negeri yang telah peduli membantu baik moril maupun materil untuk memulihkan masyarakat dan daerah itu pascagempa.
Ia berharap seminar awal rencana aksi daerah pemulihan ekonomi pascabencana di Sulawesi Tengah pada 2019-2021 dapat melahirkan gagasan strategis. Gagasan tersebut yang nantinya menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam melakukan rehabilitasi ekonomi sehingga kinerja perekonomian Sulawesi Tengah semakin baik untuk kesejahteraan masyarakat.
Ketua Pusdatin Kegempaan Sulteng Moh Hidayat saat menerima kunjungan Penasihat Senior Shelter dan Pemukiman USAID, Charles A.Setchell (Chuck), memberikan informasi mengenai kebutuhan-kebutuhan masyarakat korban bencana untuk pemulihan kehidupan mereka.
Hidayat yang juga Sekda Provinsi Sulteng menyampaikan saat ini masyarakat berharap segera mendapatkan hunian tetap. Hunian terutama terutama dibutuhkan bagi mereka yang rumahnya hilang akibat bencana. Saat ini baru ada satu lembaga yang menyatakan secara resmi siap membangun hunian tetap yaitu Yasyasan Budha Tzu Chi.
Pemerintah daerah telah menyiapkan lokasi untuk relokasi antara lain di Kelurahan Talise, Duyu, dan Pombewe. Dari 6.504 rumah yang dinyatakan hilang, Budha Tzu Chi memberikan dukungan tiga ribu unit hunian tetap dan masih menyisakan 3.504 unit.
"Diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama pemerintah pusat dapat segera merealisasikan janji pemenuhan pembangunan hunian tetap serta mencairkan sisa dana stimulan dan dana santunan. Mengingat saat ini status kebencanaan di Provinsi Sulawesi Tengah memasuki masa rehabilitasi dan rekonstruksi mulai 25 April 2019 sampai 25 April 2021," ujarnya.