REPUBLIKA.CO.ID, Banjir masih mengepung wilayah Jakarta pada beberapa hari terakhir. Banjir ini merupakan banjir kiriman sebagai dampak dari meluapnya Bendungan Katulampa di Bogor. Air yang melalui Kali Ciliwung meluap dan merendam permukiman di bantaran Kali Ciliwung.
Wilayah yang terdampak, yakni Pejaten Timur, Pengadegan, Srengseng Sawah, Rawajati Timur, dan Lenteng Agung di Jakarta Selatan. Sementara itu, di Jakarta Timur kelurahan yang menjadi titik banjir, yaitu Kampung Melayu, Bidara Cina, Cawang, dan Balekambang.
Banjir kiriman sendiri sebenarnya bukan hal yang baru bagi warga yang rumahnya tergenang. Pasalnya, setiap ada hujan besar dapat dipastikan rumah mereka terdampak banjir. Ketinggian air hujan pun dapat berbeda-beda tergantung letak wilayah dan intensitas curah hujan.
Karena terbiasa oleh banjir itulah, warga Bidara Cina memilih bertahan di rumah mereka. Salah satunya Yaroh yang merupakan warga RW 015, Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur. Yaroh yang sudah berumur lebih dari setengah abad itu mengaku memilih bertahan di rumahnya meskipun air setinggi paha orang dewasa menggenangi rumahnya.
“Mau ngungsi ke mana? Biasanya juga enggak ngungsi,” tutur Yaroh yang ditemui Republika, Senin (29/4).
Siang itu, Yaroh hanya berdiri di depan pintu rumahnya sambil menonton anak-anak yang asyik berendam di air banjir. Yaroh lantas menunjuk ke atas ke lantai dua rumahnya. “Rumah saya kan tingkat, jadi barang-barang semua dibawa ke lantai dua, tidur juga di situ,” ujar dia.
Mayoritas rumah warga di RW 015 Bidara Cina memang didesain menjadi hunian vertikal berlantai dua. Hal itu untuk mengantisipasi banjir yang bisa datang sewaktu-waktu. Apalagi, perkampungan mereka berjarak dekat dengan bantaran Kali Ciliwung.
Ani, warga lanjut usia yang tinggal di RW 03 Bidara Cina mengatakan, banjir lebih parah pernah melanda kawasan Bidara Cina sekitar tahun 2014. “Dulu itu banjirnya sampai di atas sana,” katanya sambil menunjuk ke wilayah RW 015 yang lebih tinggi dari rumahnya.
Ani mengatakan, warga biasanya baru akan mengungsi jika banjir sudah setinggi dua meter. Letak tanah di Bidara Cina yang menurun memang membuat banjir menggenangi wilayah-wilayah yang rendah.
Bidara Cina merupakan wilayah terendah di sepanjang daerah bantaran Kali Ciliwung sehingga tak mengherankan apabila wilayah itu terdampak banjir cukup parah. Meski tergenang, Ani tetap membuka warung sembako miliknya.
“Iya syukur sih warung enggak kena banjir, malah rumah saya yang kena banjir tuh,” ujar Ani.
Warung Ani di sisi kiri berbatasan langsung dengan jalan yang tergenang, sedangkan di sebelah kanan karena letak jalan yang lebih tinggi tidak tersentuh banjir. Ia lantas menunjuk rumahnya yang terletak di belakang warung. Air kecokelatan mengepung teras rumahnya, beberapa kecoa tampak muncul dari balik genangan air itu.
Karena banjir, listrik pun dipadamkan. Akibatnya dagangan milik Ani terpaksa tidak bisa disajikan di dalam lemari pendingin. Padahal, beberapa barang dagangannya harus disimpan di lemari pendingin agar tidak rusak, seperti susu UHT dan minuman kemasan lainnya.
Ani pun meminta agar pemerintah bisa memperbaiki sodetan di wilayah RW 02 Bidara Cina yang mampet. “Itu rumah-rumah di situ dibangun di atas sodetan, airnya jadi enggak bisa mengalir,” kata dia.
Sementara itu, Lurah Kampung Melayu Setiyawan mengaku tak pernah absen mendapatkan informasi terkait status ketinggian air di pintu-pintu air dari BPBD. Ia pun tidak henti mengimbau kepada masyarakat agar selalu bersiap-siap apabila hujan deras mulai turun terus-menerus.
Imbauan untuk segera mengungsi juga diserukan pihak kelurahan kepada warga apabila rumah mereka mulai tergenang. Sayangnya, belum semua warga memiliki inisiatif tanggap bencana.
“Padahal, kami sudah bilang, jangan tunggu air meninggi baru mengungsi. Apalagi, warga kami kan banyak yang hamil dan punya anak kecil,” kata Setiyawan.
Ia pun mengeluhkan sikap warga tersebut karena hal itu dapat membahayakan nyawa warga sendiri. “Kantor kelurahan juga kami buka terus sehingga warga bisa mengungsi sewaktu-waktu. Semuanya sudah kami siapkan,” kata Setiyawan.