REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (BKS) akhirnya meminta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk bertindak tegas terhadap maskapai penerbangan yang masih enggan menurunkan tarif tiket pesawat. Permintaan kepada Menteri BUMN dan KPPU disampaikan Budi setelah Kementerian Perhubungan seolah tak punya celah lagi untuk mendesak maskapai menurunkan tarif.
"Kementerian BUMN sebagai pemagang saham dan KPPU sebagai pengawas untuk persaingan usaha. Meski demikian ya, tolong dimention bahwa BUMN dan KPPU harus concern dan kita ada empaty terhadap kebutuhan tarif yang terjangkau," kata Budi Karya, usai menghadiri rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (29/4).
Kemenhub, ujar Budi, masih mengkaji sejumlah solusi yang bisa dijalankan maskapai demi menekan tarif. Dua opsi yang disodorkan adalah penyediaan sub-price atau tarif bertingkat dalam satu kali penerbangan dan melakukan evaluasi tarif batas atas. Namun, Kemenhub juga diadang dilema, bahwa regulator tidak bisa memaksa korporasi sebagai entitas lain dalam menetapkan tarif.
"Kalau badan usaha kita lakukan terlalu ketat, mereka akan tidak punya daya saing. Kita memberikan kesempatan mekanisme pasar sebaik-baiknya," kata Budi.
Pemerintah, ujar Budi, juga ingin mengakomodasi permintaan masyarakat terhadap tarif maskapai yang terjangkau. Apalagi, kata dia, saat ini semakin mendekati periode puasa dan Lebaran. Di luar semua opsi di atas, Budi masih berharap masing-masing maskapai tunduk pada anjuran pemerintah untuk menurunkan tarif.
Sebelumnya, Budi sudah meminta bantuan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution untuk melakukan intervensi terhadap harga tiket pesawat. Permintaan itu disampaikan Menhub agar tarif tiket pesawat yang kini sudah terlampau tinggi segera turun.
Tingginya tarif maskapai juga tak bisa lepas dari dugaan praktik kartel, sejalan dengan permintaan BKS agar KPPU bisa bertindak tegas. Pada Januari 2019 lalu, Ketua Umum PHRI Haryadi Sukamdani sudah menyampaikan kemungkinan adanya praktik kartel maskapai ini, setelah bergabungnya Sriwijaya Air ke kelompok Garuda dan Citilink. Artinya, hanya ada dua kelompok penerbangan besar di Tanah Air yakni kelompok Garuda dan kelompok Lion Air sehingga mengarah pada terjadinya kartel.