REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menyarankan sekolah-sekolah menengah kejuruan (SMK) menyesuaikan program-program pendidikan vokasinya dengan kebutuhan industri. Berdasarkan hasil pemetaan, ada bidang-bidang program kejuruan yang tidak banyak dibutuhkan oleh industri.
Kementerian menyarankan pengelola SMK mengurangi penerimaan peserta didik di bidang-bidang kejuruan yang keahliannya tidak banyak dibutuhkan dunia usaha. "Tidak menutup, tapi mengurangi dari segi penerimaan siswa, salah satunya (untuk) program administrasi perkantoran dan akuntansi," katanya, akhir pekan lalu.
Namun, menurut dia, banyak pula program-program pendidikan kejuruan yang mesti dikembangkan. Hal itu seiring dengan peningkatan kebutuhan sektor usaha seperti bidang animasi, logistik, film, industri kreatif, desain komunikasi visual dan multimedia.
Program-program pendidikan kejuruan berbasis komoditas seperti perkopian dan perkebunan kelapa sawit juga prospektif untuk dikembangkan. "Itu proses sinkronisasi sehingga saat ini ada 146 kompetensi keahlian yang kita kembangkan dari 49 program keahlian," kata Bahrun.
Dia menjelaskan pula kementerian berusaha melakukan penyelarasan kurikulum SMK agar sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. Ini sebagaimana amanat Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia.
"Agar terjadi link and match, sehingga apa yang dipelajari di sekolah juga diperlukan dunia usaha dan industri," katanya.
Selain itu kementerian bersama Badan Nasional Sertifikasi Profesi telah membentuk 861 Lembaga Sertifikasi Profesi-1 (LSP-1) yang melakukan sertifikasi bagi pelajar SMK. "Jadi kalau siswa SMK lulus diharapkan sudah tersertifikasi oleh lembaga yang terakreditasi," kata Bahrun.
Pemerintah juga membangun kerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia dalam upaya memperbaiki pendidikan vokasi.