Kamis 25 Apr 2019 16:09 WIB

Dinkes Surabaya Kerahkan Dokter Dampingi PPK

Kebanyakan petugas PPK mengalami nyeri otot dan tekanan darah tinggi.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ratna Puspita
[Ilustrasi] Tenaga medis memeriksa tekanan darah petugas penghitung suara.
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
[Ilustrasi] Tenaga medis memeriksa tekanan darah petugas penghitung suara.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya mengerahkan 63 tim medis yang terdiri dari dokter dan perawat untuk mengawal Panitia Pemungutan Suara Kecamatan (PPK) yang masih melakukan penggitungan surat suara Pemilu 2019. Satu PPK minimal dikawal dua dokter dan tiga perawat.

"Kami turunkan dari Puskesmas dan jumlahnya tergantung jumlah orang yang diperiksa di PPk. Minimal dua dokter, tiga perawat. Rata-rata 5 medis, itu minimal ya karena ada yang lebih," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita dikonfirmasi Kamis (25/4).

Baca Juga

Febria menegaskan, sejak beberapa hari lalu, Dinkes Surabaya mengerahkan tim medis ke tiap kecamatan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan PPK. "Pemeriksaannya dilakukan hampir stiap hari karena banyak yang lelah. Kalau jam pemeriksaannya kami koordinasikan sama kecamatan, sama Ketua KPPS, nah itu kita mengikuti mereka," ujar Febria.

Febria mengungkapkan, sampai hari ini, petugas PPK dan KPPS yang telah diperiksa sejumlah 947 orang. Dari hasil pemeriksaan, kebanyakan dari petugas PPK mengalami tekanan nyeri otot karena kelelahan.

"Diagnosa kedua yang terbanyak adalah hipertensi, di mana kemungkinan mereka sudah mempunyai riwayat hipertensi sebelumnya atau juga karena lelah dan kurang tidur," ujar Febria.

Seorang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Kota Surabaya Tommy Heru Siswantoro (46) meninggal dunia. Artinya, hingga kini sudah tiga petugas KPPS di Surabaya yang meninggal dunia karena kelelahan dalam proses penggitungan hasil Pemilu 2019.

Tommy adalah salah satu petugas yang mengawal jalannya prosesi Pemilu dan Pilpres 2019 di TPS 19 Pacar Keling, Tambaksari, Surabaya. "Awalnya itu dari Rabu (17/4) itu bapak mulai pagi pukul 06.30 WIB sampai 06.30 besoknya, Kamis (18/4), itu baru pulang, jadi 24 jam," kata Maria Magdalena Lastri (46), istri Tommy.

Maria mengatakan, suaminya itu sempat mengeluh nafasnya terbata. Namun, ia tak mau diajak ke Dokter. Bahkan, suaminya berusaha meyakinkan dirinya bahwa ia hanyalah sakit biasa.

Hingga Senin (22/4), kondisi Tommy ternyata tak kunjung membaik. Maria pun membawa suaminya untuk ke klinik di sekitar rumah. Hasilnya, Dokter hanya memberikan obat-obatan saja, sembari menunggu hasil laboratorium. 

Lalu, pada Kamis (25/4) dini hari, pukul 04.00 WIB, Maria mengaku tiba-tiba dibangunkan oleh Tommy, yang kembali mengeluhkan sesak nafas. Maria membawa Tommy ke Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit RKZ Surabaya untuk memeriksa kondisi suaminya tersebut, sekaligus opname demi perawatan intensif.

Hasil pemeriksaan dan diagnosis dokter, Maria mengatakan jantung Tommy mengalami pembengkakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement