Rabu 24 Apr 2019 06:19 WIB

Anies Revisi Aturan Bebas Bayar PBB

Konsep dan skema pembebasan PBB dinilai masih belum jelas.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bilal Ramadhan
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (22/4).
Foto: Republika/Mimi Kartika
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (22/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan akan memperluas pembebasan pajak bumi dan bangunan (PBB). Ia menyebut pembebasan PBB diberlakukan untuk guru, pensiunan guru, veteran, pensiunan PNS, dan penerima bintang kehormatan dari presiden serta mantan presiden dan wakil presiden.

"Mereka adalah orang-orang yang dianggap berjasa pada bangsa. Dengan tandanya sederhana, mereka perintis kemerdekaan, pahlawan nasional, penerima bintang dari presiden, termasuk TNI, polisi yang sudah pensiun," ujar Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (23/4).

Ia menyebutkan, pembebasan PBB bagi pahlawan nasional dan veteran berlaku untuk tiga generasi. Sementara, para guru tidak dikenakan pembayaran PBB hingga dua generasi atau sampai anak mereka.

Namun, dengan catatan, lanjut Anies, hal itu berlaku untuk rumah pertamanya, hanya satu rumah. Apabila mereka mempunyai dua rumah, pembebasan PPB itu tidak berlaku bagi rumah kedua.

Ia mengatakan, meski rumah mantan presiden dan wakil presiden berada di kawasan elite yang berpotensi memberikan pendapatan asli daerah (PAD), hal itu tidak cukup berpengaruh. Sebab, menurut Anies, pembebasan PBB bagi mereka sebagai bentuk penghargaan.

Bahkan, ia mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membuka potensi untuk menambahkan batas maksimal dari pembebasan PBB. Semula pembebasan PBB berlaku bagi hunian dengan NJOP di bawah Rp 1 miliar. Namun, bisa saja ditingkatkan menjadi di bawah Rp 2 miliar.

"Kalau misalnya sekarang nih Rp 1 miliar, boleh enggak besok di bawah Rp 2 miliar? Boleh kan," kata Anies.

Untuk memenuhi target pendapatan PBB, Pemprov DKI Jakarta tengah melakukan pendataan ulang atas hunian-hunian atau fiskal kadaster. Selain itu, pengumpulan data terkait kebenaran informasi atas luas tanah yang tertera dengan kenyataannya di lapangan dan mengenai pengalihan fungsi dari hunian menjadi lahan komersial.

"Misalnya, gedung dihitung per lantai 1.000 meter. Dalam kenyataannya bisa jadi 1.200 meter. Nah, itu yang kita sedang lakukan dengan cara seperti itu insya Allah pendapatan pajak kita jadi lebih banyak," kata Anies.

Anies mengatakan, terkait fiskal kadaster sedang berjalan, pihaknya sedang melakukan proses pemotretan dan mendatangi bangunan di wilayah DKI hingga memperoleh data yang lengkap. Ia menargetkan pengumpulan data akan rampung pada Juni atau Juli 2019.

Kendati memberikan perluasan pembebasan lahan, Anies meyakini Pemprov DKI akan mendapatkan PAD yang cukup. Untuk itu, data dari fiskal kadaster akan dapat mengukur dan mendongkrak PAD dari kegiatan lain.

Sebelumnya, Anies merevisi Peraturan Gubernur Nomor 259 Tahun 2015 tentang Pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan Atas Rumah, Rumah Susun Sederhana Sewa, dan Rumah Susun Sederhana Milik dengan Nilai Jual Objek Pajak sampai dengan Rp 1 Miliar.

Revisi itu ditandai dengan diterbitkannya Pergub Nomor 38 Tahun 2019 tertanggal 15 April 2019. Anies menegaskan, dengan dikeluarkannya perubahan kedua atas Pergub 259/2015 tersebut, tidak lantas menghapus pembebasan PBB bagi hunian dengan NJOP di bawah Rp 1 miliar.

Hal-hal yang ditambahkan, antara lain, Pasal 2A mengecualikan pembebasan PBB bagi objek pajak yang mengalami peralihan hak kepemilikan, penguasaan, ataupun pemanfaatan kepada wajib pajak badan. Kemudian Pasal 4A menyebutkan bahwa pembebasan PBB berlaku hanya 31 Desember 2019.

Namun, Anies mengatakan, adanya penyebutan batas pemberlakuan dimaksudkan karena sejalan dengan masa berlakunya PBB itu sendiri. Sementara, mengenai pembebasan PBB yang bahkan diperluas akan diterbitkan melalui pergub baru yang tengah disusun.

Selain itu, dalam Pasal 5A disebutkan bahwa pihak yang mendapatkan pembebasan PBB sebelum berlakunya pergub perubahan tetap mendapatkan pembebasan PBB. Adapun pergub ini berlaku surut terhitung sejak 1 Januari 2019.

"Tidak ada rencana untuk menghapuskan PBB bagi rumah yang NJOP-nya di bawah Rp 1 miliar. Kita tidak ada, bahkan kita memperluas pembebasan PBB itu sampai orang-orang yang memberikan jasa bagi negara dan bangsa," kata Anies.

Sementara, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengapresiasi langkah Pemprov DKI memperluas pembebasan PBB bagi masyarakat. Akan tetapi, hal itu perlu dibarengi dengan data yang jelas agar penerima pembebasan lahan itu tepat sasaran.

"Hunian yang berubah fungsi menjadi komersial juga harusnya dikecualikan jangan sampai tidak adil. (Fiskal kadaster) segera dilakukan akan membantu insentifnya tepat sasaran lalu potensi yang tidak tergali akan tergali," ujar Yustinus saat dihubungi Republika, Selasa.

Di sisi lain, ia belum mengetahui mengenai konsep dan skema pembebasan PBB tersebut. Ia menjelaskan, apakah skema itu mengatur tentang penentuan besaran NJOP atau kalangan-kalangan yang tidak akan dikenakan PBB.

"Artinya, selama ini seharusnya enggak lihat subjeknya. Artinya, mau pensiunan, mau siapa ya, yang penting di bawah Rp 1 miliar dapat pembebasan lahan," kata dia.

Ia menambahkan, perluasan pembebasan PBB memang akan berpengaruh pada PAD DKI Jakarta. Akan tetapi, menurut Yustinus, hal tersebut sudah tepat dilakukan sebagai fasilitas publik yang bermanfaat bagi masyarakat.

Ia menyebut, banyak pengganti pendapatan dari pajak lainnya, seperti pajak reklame, pajak hiburan, dan sebagainya yang masih besar potensinya. Meskipun, PBB merupakan salah satu pendapatan terbesar selain pajak kendaraan bermotor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement