REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat menyambut positif wacana untuk memisahkan pelaksanaan pemilihan legislatif tingkat pusat dan daerah. Sekretaris Jendral Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan mengatakan pemisahan pileg tingkat lokal dan pusat akan lebih memudahkan terutama dalam sosialisasi kepada masyarakat.
“Bagi saya ide itu baik, pilpres dan pilegnya sama tapi nasional yang lokalnya dipisahkan. Provinsi dan kabupaten dipisahkan,” kata Hinca saat berkunjung ke kantor KPU pada Selasa (23/4).
Menurut Hinca dalam Pemilu 2019 masyarakat lebih berfokus pada Pilpres hingga suara pemilihan legislatif tak begitu maksimal. Wacana pemisahan pemilu tingkat nasional dan daerah itu pun, menurut Hinca menjadi sebuah solusi untuk Pemilu 2024.
“Penumpukan lima kertas suara saya rasa juga kesulitannya apalagi masyarakat. Suara itu menjadi terpokus ke pilpres sehingga banyak yang tak maksimal suara itu yang harusnya didistribusikan ke pileg. Yang agak mudah bagi pemilih itu pilpres dan DPD karena ada gambarnya,” katanya.
Sementara itu Hinca menjelaskan kunjungannya ke KPU juga untuk melihat update real count Sistem Informasi Hitung (SItung) KPU. Hinca mengatakan partai Demokrat sejauh ini mendukung penuh KPU yang terus bekerja melakukan update hasil pemilu 17 April lalu.
“KPU optimistis menyelesaikan batas waktu yang sudah disiapkan dan Situng ini bagian dari yang cukup banyak, kalau anda ingat ada Sipol, macem-macam istilahnya itu, Situng itu juga bagian dari KPU membangun sistem, kita dukung mudah-mudahan semua lancar,” katanya.
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari, mengatakan pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang sebaiknya dipisah untuk pusat dan daerah. Selain lebih fokus, pemisahan ini juga bermanfaat agar masyarakat memahami betul esensi dari pemilihan yang diselenggarakan. Ada sejumlah pertimbangan yang mendasari hal itu.
Pertama, dalam sistem pemerintahan ada relasi pemerintah dengan legislatif. Semestinya dalam pemilu serentak itu DPR dengan presiden dilakukan bersama.
"Namun di daerah kan tidak (tidak ada relasi, Red). Contoh, Pilkada 2018 untuk memilih kepala daerah, nah yang mengusung kan parpol yang punya kursi atau punya suara hasil Pemilu 2014. Sementara pada 2019 ini kan dilaksanakan Pemilu 2019, itu konstelasi konfigurasi di DPR bisa berubah," ungkap Hasyim.
Jika demikian, maka implikasinya langsung kepada pemilih. "(Jika tidak dipisah) pemilih juga binggung ini orang kampanye yang satu kampanyekan tingkat nasional, tingkat provinsi, tingkat kabupaten/kota. Maka jadi tidak fokus. Sementara kalau dipisah orang akan fokus, oh ini lagi bicara soal daerah, dan seterusnya,” tegas Hasyim.