REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, mengatakan Jurdil2019.org melakukan pelanggaran karena merilis hasil hitung cepat (quick count) hasil Pemilu 2019. Sebab, lembaga itu tidak terdaftar sebagai lembaga survei di KPU.
Ia mengatakan, lembaga survei pada Pemilu 2019 adalah lembaga survei yang sudah terdaftar di KPU. "Selain lembaga survei yang terdaftar tentu saja tidak diperkenankan melakukan publikasi hasil surveinya," ujar Wahyu kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/11).
Ssaat ini ada 40 lembaga survei yang sudah terdaftar di KPU. Jurdil2019.org tidak masuk ke dalam 40 daftar itu.
Berdasarkan peraturan undang-undang ada perbedaan antara lembaga pemantau dan lembaga survei. Pihak yang boleh melakukan survei, quick count, exit poll, dan sejenisnya adalah lembaga survei.
Sementara itu, lembaga pematau hanya diizinkan memantau penyelenggaraan Pemilu 2019. "Kami mengapresiasi langkah Bawaslu yang melakukan tindakan tegas kepada lembaga pemantau yang publikasikan informasi seolah-olah itu hasil survei," kata Wahyu.
Sebelumnya, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochamad Afifuddin mengatakan, Bawaslu sudah mencabut akreditasi Jurdil2019.org. Lembaga pemantau yang juga menayangkan hasil hitung cepat Pemilu 2019 itu dianggap menyalahgunakan akreditasi yang sudah diberikan Bawaslu.
"Kami sudah memutuskan untuk mecabut akreditasinya (Jurdil2019.org). Artinya hak untuk melakukan publikasi menjadi hak mereka. Akan tetapi, dia tidak menjadi bagian dari pemantau pemilu yang kami akreditasi," ujar Afif ketika dijumpai wartawan di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin.
Saat ini, logo Bawaslu masih tercantum dalam aplikasi Jurdil2019.org. Karena akreditasi sudah dicabut, Afif meminta pengelola menghapus logo Bawaslu. "Kami takut publik menjadi salah persepsi," kata Afif.