REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR RI meminta teknis penyelenggaraan Pemilu segera dievaluasi. Hal ini lantaran jatuhnya banyak korban, dari petugas KPPS yang meninggal hingga personel kepolisian.
Wakil Ketua Komisi II Herman Khaeron mengatakan, penyelenggaraan pemilu menjadi berat salah satu penyebab utamanya lantaran pemilu presiden, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD dogelar serentak. Maka itu, DPR pun akan mengusulkan agar pelaksanaan pemilu kembali digelar terpisah.
"Mungkin sebaiknya Pemilu Legislatif dipisahkan dengan Pemilu Presiden," kata Herman saat dihubungi, Senin (22/4). Dalam kaitan tersebut, UU Pemilu pun diwacanakan untuk direvisi.
Herman pun meminta teknis pelaksanaan pemungutan suara untuk dievaluasi. Herman mengungkapkan, DPR sudah meminta penyelenggara pemilu untuk melakukan simulasi terkait waktu pencoblosan dan perhitungan suara. Sehingga, waktu kerja dan beban kerja dapat terukur.
Permintaan ini terkait Undang-Undang (UU) Pemilu dan peraturan turunannya yang wajib selesai hari itu juga. MK sempat mengeluarkan putusan yang menambah 12 jam, namun dengan syarat berturut-turut tanpa jeda. Petugas KPPS pun tetap harus mengebut penghitungan lima surat suara yang dicoblos.
Menurut Herman, Komisi II juga telah meminta KPU menyediakan honor, insentif dan asuransi yang memadai bagi para anggota KPPS. Pasalnya, dengan adanya lima pemungutan suara, tugas KPPS tidak bisa dianggap ringan.
"Kami telah musulkan insentif atau honor yang memadai dan asuransi untuk penyelengara pemilu," ucap Herman.
Secara keseluruhan KPU tetap diminta melakukan evaluasi. Bukan hanya soal banyaknya petugas KPPS yang meninggal, namun teknis - teknis yang ditemukan di lapangan mulai dari surat suara tercoblos, keterlambatan logistik hingga dugaan pelanggaran pemilu lainnya juga harus diantisipasi KPU dengan lebih serius pada Pemilu mendatang.
Arif Satrio Nugroho