REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saling klaim kemenangan yang ditunjukkan kedua kontestan pemilihan presiden (pilpres) amat disayangkan. Hal itu disampaikan pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay.
Dia menegaskan, satu-satunya pihak yang berhak mengumumkan siapa pemenang pilpres adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Klaim masing-masing calon presiden tidak pantas karena mendahului pengumuman KPU.
"Kami melihat, para paslon (pasangan calon) ini kemudian justru mengklaim atau menyatakan mereka yang jadi pemenangnya. Saya kira, ini situasi yang, pilihan sikap yang, menurut saya tidak tepat," ungkap Hadar Nafis Gumay saat ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (21/4).
Dia menuturkan, menurut aturan perundang-undangan, otoritas penetapan atau pengumuman hasil pemilu berada di tangan penyelenggara pemilu, yakni KPU. Adanya klaim kemenangan justru berpotensi membuat publik bingung. Karena itu, Hadar meminta seluruh pihak untuk berhenti menyatakan diri sebagai pemenang pemilihan umum (pemilu).
"Mari kita hormati adanya satu penerapan peraturan perundang-undangan. Jangan justru kita ciptakan suasana ketidakpastian. Yang terpenting juga, suasana damai yang harus bisa kita ciptakan sekarang dan seterusnya," papar dia.
Hadar menerangkan, jika klaim kemenangan terus diserukan kedua paslon, maka para pendukung masing-masing akan menganggap klaim demikian sebagai kebenaran. Khawatirnya, bila pengumuman KPU nanti ternyata berbeda daripada klaim salah satu pihak. Ada potensi pihak yang tidak puas akan mengganggu kedamaian di tengah masyarakat.
"Nanti kalau (hasilnya) tidak demikian, itu bisa menimbulkan satu rasa tidak puas atau protes yang sangat mungkin bisa mengganggu kedamaian di antara kita, yang justru akan sulit dikontrol, bahkan oleh pemimpinnya," jelas Hadar.