Selasa 16 Apr 2019 05:25 WIB

Menpar Minta Kepala Daerah Serius Garap Pariwisata

Tantangan Kemenpar kembangkan wisata adalah mengubah birokrasi jadi korporasi.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Menteri Pariwisata Arief Yahya
Foto: Antara/Feny Selly
Menteri Pariwisata Arief Yahya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya kembali menekankan pentingnya komitmen kepala daerah untuk menjadikan pariwisata sebagai sektor utama ekonomi Indonesia. Sebagaimana ditetapkan Presiden Joko Widodo, sektor pariwisata ditetapkan sebagai sektor unggulan untuk meraup devisa negara.

“Selama ini pariwisata tidak pernah ditetapkan sebagai leading sector, baru sekali ini ditetapkan oleh Presiden Jokowi. Manfaatnya, setelah ditetapkan, tidak ada yang tidak mendukung pengembangan sektor pariwisata,” kata Arief dalam keterangan resminya, Senin (15/4).

Baca Juga

Arief menjelaskan, setelah ditetapkan sebagai leading sector, pembangunan dan target pariwisata masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang kemudian dirumuskan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Menurut Arief, penetapan pariwisata sebagai leading sector merupakan bentuk kepala daerah yang bertujuan untuk menggerakkan perekonomian.

“Setelah ditetapkan sebagai leading sector, makin mudah mengembangkan pariwisata karena tidak ada pihak yang tidak akan mendukung, apa yang dibutuhkan langsung dipenuhi, maka sektor pariwisata kita bisa tumbuh di level double digit,” ujarnya.

Ia menjelaskan dalam komitmennya untuk memajukan pariwisata, seorang pemimpin di tingkat apapun memiliki sejumlah tugas utama yaitu menetapkan arah, mengalokasikan sumber daya, dan melakukan eksekusi. Sebagai pemimpin dalam sektor pariwisata, lanjutnya, dibutuhkan suatu proses dan komitmen yang kuat untuk mencapai pertumbuhan di level double digit.

Dalam lima tahun terakhir, tantangan terbesar yang dialami Kemenpar ialah mengubah birokrasi menjadi korporasi. Hal tersebut, kata dia, tidak mudah. Birokrasi mementingkan cara, sementara korporasi mementingkan tujuan.

Di Kemenpar, birokrasi membuat setiap proses menjadi lambat. “Karena itulah untuk mempercepat pertumbuhan sektor pariwisata, perlu transformasi dari birokrasi menuju korporasi melalui teknologi digital, dan dilakukan deregulasi,” katanya.

Sementara itu, Bupati Banyuwangi, Azwar Anas mengaku, pihaknya sudah mulai meminimalisasi hambatan birokrasi di wilayah dengan membangun Mall Pelayanan Publik yang dikhususkan untuk layanan perizinan kepada investor dan masyarakat. Ia mengklaim, sektor pariwisata telah menjadi skala prioritas pembangunan di Banyuwangi.

“Saya sudah menerapkan kebijakan setiap bangunan baru di Banyuwangi harus bernilai destinasi wisata. PT INKA akan membangun pabrik kereta api tapi saya minta ada masjid dan museumnya. Akhirnya investor setuju dan akan dibangun museum kereta api terbesar di Asia dengan desain ala Banyuwangi,” katanya.

Saat ini Banyuwangi juga telah menjadi salah satu tempat studi banding daerah lain untuk contoh pengembangan pariwisata. Sepanjang 2018, ia mencatat sedikitnya ada 47 ribu orang yang melakukan studi banding.

Sektor pariwisata juga telah menjadi skala prioritas bagi Provinsi Jawa Barat. Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengatakan, untuk menyukseskan pariwisata di Jawa Barat ada beberapa hal yang dilakukan, di antaranya penataan alun-alun, pembangunan pelabuhan, pusat bandara, dan bandara Kertajati.

“Sumber dana pembangunan di Jawa Barat berasal dari dana solidaritas umat, dana swasta, dana koordinasi kota dan kabupaten, dana provinsi, dan dana pusat,” ujar Uu.

Saat ini, lanjutnya, wisata andalan di Jawa Barat antara lain wisata bahari, wisata pegunungan, dan wisata religi. Namun, beberapa kendala yang masih dihadapi yakni adanya anggapan sebagian masyarakat bahwa pariwisata dekat dengan kemaksiatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement