Senin 15 Apr 2019 18:47 WIB

Muhammadiyah dari Ta’awun Sampai Tasamuh

Muhammadiyah memiliki peran dalam membawa wajah agama untuk membangun akhlak mulia.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Muhammadiyah
Foto: Dokumen
Muhammadiyah

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sebagai salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Muhammadiyah mempunyai  nilai-nilai spiritualitas ta'awun. Yaitu, semangat bekerja sama dalam perbedaan, yang melahirkan sifat hidup yang bisa tolong menolong dalam kemajemukan.

Selain itu, Muhammadiyah juga mempunyai nilai-nilai spiritualitas tasamuh, yang melahirkan saling toleran di tengah-tengah perbedaan. ‘’Saya berpendapat bah­wa sesungguhnya, nilai-nilai spiritua­li­tas itu sangat aktual dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,’’ kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, Selasa (9/4).

Ia mengungkapkan, sejak awal berdiri hingga hari ini Muhammadiyah terus menyuarakan pesan-pesan dakwah dari nilai-nilai spiritualitas yang berbalut pesan-pesan agama. Oleh sebab itulah, Muhammadiyah memiliki peran dalam membawa wajah agama untuk membangun akhlak yang mulia.

Tujuannya sangat jelas yaitu agar bangsa memiliki warga dan elit yang berahlak luhur sehingga membentuk karakter diri yang baik.  "Cinta amanah, cinta kepercayaan, cinta persaudaraan, anti korupsi, anti penyimpangan, anti penyalahgunaan, dan anti segala bentuk fasad atau perusakan," ujar Haedar.

Kemudian ia melanjutkan, melalui sekolah-sekolah yang dimiliki Muhammadiyah, ditanamkan pula nilai-nilai spiritualitas untuk membangun apa yang hari ini disebut pendidikan karakter. Sebab, pendidikan karakter tidak mungkin lepas dari agama.

Haedar menyebut bahwa  Nabi Muhammad SAW sendiri diutus untuk menyempurnakan ahlak. Selain itu, Rasulullah merupakan uswah khasanah atau suri teladan yang terbaik bagi manusia.

Ke depan, Haedar menekankan, bangunan kehidupan berbangsa dan bernegara berbasis ahlak harus menjadi komitmen kolektif sebagai bangsa. Sebab, tidak ada arti suatu bangsa jika tanpa ahlak.

"Apalah artinya bangsa Indonesia maju secara pengetahuan, profesi, kalau karakternya atau ahlaknya lemah, mengalami erosi, rusak, krisis, ini satu contoh dari peran Muhammadiyah menyebarkan pendidikan akhlak," jelasnya.

Menurutnya, berbicara mengenai pendidikan akhlak tidak terlepas dari peran Kiai Ahmad Dahlan dan Nyai Dahlan. Selain pendiri Muhammadiyah dan pahlawan nasional, mereka menjadi contoh besar peran Muhammadiyah menanamkan nilai-nilai spiritualitas.

Spiritualitas yang tinggi bahkan tidak mampu tertahan kondisi fisiknya yang saat sakit, terus ingin berdakwah yang mencerahkan masyarakat. Lalu, Jenderal Soedirman, pahlawan nasional dan juga kader Hizbul Wathan.

‘’Dalam keadaan sakit saja, bisa menjadi tokoh sentral dan memimpin perang gerilya melawan penjajah yang begitu ganas. Bahkan, masih sempat menanamkan nilai-nilai tauhid dan spiritualitas yang sangat tinggi,’’ terangnya.

KH Mas Mansoer menurut Haedar juga bisa jadi contoh lain, yang menjadi satu tokoh Empat Serangkai bersama Soekarno, Hatta, dan Ki Hajar Dewantoro. Mansoer dikenal ulama yang selain mum­puni ilmu juga tinggi spiritualitasnya.

Ada pula Ki Bagoes Hadikoesoemo, yang saat bangsa mengalami dilema dan ujian tentang Piagam Djakarta. Dengan spiritualitas yang tinggi, Ki Bagoes merekatkan Indonesia yang baru satu hari merdeka.

Demikian juga dengan Buya Hamka, jadi contoh tingginya spiritualitas yang tentu saja tidak bisa ditinggalkan. Dengan nilai-nilai itu, Hamka mampu menampilkan kasih sayang bahkan kepada orang-orang yang memfintah, membenci, dan menghancurkan karakternya.

"Contoh-contoh ini merupakan bukti sejarah bagi bangsa saat ini kalau Indonesia itu direkat, dimerdekakan, dan diperjuangkan bukan hanya oleh rasionalitas semata, tapi keikhlasan para tokoh bangsa ini untuk memberi nilai-nilai luhur," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement