Jumat 12 Apr 2019 18:03 WIB

Hanya Fokus ke Kemampuan Kognitif Bisa Sebabkan Perundungan

Perlu adanya perubahan dalam sistem dan kurikulum pendidikan Indonesia

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Christiyaningsih
Anak belajar/ilustrasi
Foto: Pixabay
Anak belajar/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kasus perundungan sekaligus kekerasan yang terjadi terhadap AY, siswi SMP di Pontianak, menjadi perhatian berbagai kalangan. Pemerhati pendidikan Muhammad Nur Rizal mengatakan perlu adanya perubahan dalam sistem dan kurikulum pendidikan yang diterapkan di Indonesia.

Ia berpendapat kurikulum yang ada saat ini hanya berorientasi kepada kognitif atau kepintaran. "Kekerasan terjadi bukan akibat personal atau individu, tapi karena sistem pendidikan kita yang terlalu berorientasi pada kepintaran yang sifatnya pengulangan dan memori," kata Rizal kepada Republika, Kamis (11/4).

Baca Juga

Padahal, yang dibutuhkan di dunia pendidikan bukan hanya kemampuan kognitif. Pembangunan karakter juga dibutuhkan. Bahkan, ada beberapa sekolah menerapkan sistem yang ia sebut dengan double kurikulum. Double kurikulum adalah menerapkan kurikulum nasional sekaligus kurikulum pendidikan agama. Ia mencontohkan seperti sistem yang diterapkan di madrasah.

Menurutnya, hal ini hanya akan menambah beban para siswa. Menurutnya sistem di madrasah tersebut kebanyakan tidak melakukan pengasahan batin dan penajaman pikiran agar menimbulkan rasa empati pada siswa.

"Sistem pendidikan kita tidak mampu mengendalikan diri dan juga mampu menajamkan pikiran dan berempati. Akhirnya anak tambah stres dan melampiaskan emosinya di luar sehingga terjadi perundungan, tawuran," kata Rizal.

Dia menilai terjadinya perundungan terhadap AY seperti fenomena gunung es yang bisa terjadi karena sistem pendidikan yang ada saat ini. Terlebih, dengan menjamurnya teknologi informasi yang semakin berkembang.

"Dunia internet kan bebas nilai. Mau isinya bagus atau jelek ada semua. Ketika tidak ada kemampuan mengendalikan diri maka dia hanya mengakses informasi yang mengkkonfirmasi kebutuhannya," lanjutnya.

Belum lagi karena kondisi lingkungan keluarga yang juga tidak kondusif. Dalam artian kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua terhadap anaknya. "Ini banyak terjadi di kota besar. Kondisi keluarga yang sibuk sehingga tidak ada keterhubungan antara pembelajaran sekolah dengan rumah," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement