Jumat 12 Apr 2019 15:50 WIB

Guru Besar UI: Narasi People Power Berbahaya

Elite dinilai tidak perlu melontarkan provokasi yang tidak perlu.

Pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk.
Foto: Republika/Wihdan H
Pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk menilai narasi people power berbahaya bagi kelangsungan pemilihan umum (pemilu di Indonesia. Menurutnya, elite tidak perlu melontarkan provokasi yang tidak perlu.

"Saya kira narasi seperti ini merupakan provokasi yang tidak perlu. Ini sangat berbahaya bagi kelangsungan pemilu nanti," kata dia saat ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat.

Baca Juga

Menurut dia, Daftar Pemilih Tetap (DPT) bermasalah, yang merupakan latar belakang dari narasi tersebut, adalah masalah kolektif yang tidak perlu dibesar-besarkan. "Jika alasan dari people power dan kekalahan yang didapat dari salah satu kubu merupakan kecurangan itu berasal dari DPT yang bermasalah, saya rasa itu tidak logis. DPT bermasalah hanya 5 persen dan sudah ditindaklanjuti KPU secara terbuka," jelasnya.

Hamdi menambahkan, pernyataan dan mindset kemenangan yang didapat dari kecurangan ini tidak dapat dipertanggungjawabkan. Mengingat, bukti kemenangan baru bisa didapatkan setelah pemilihan umum.

"Kan pemilunya saja belum mulai, kok sudah bisa menyimpulkan terjadi kecurangan. Bukti kemenangan itu nanti setelah coblosan," kata dia.

Menurut Hamdi, saat ini kemungkinan kecurangan sudah sangat kecil dan kinerja dari penyelenggara pemilu sudah baik dan juga terbuka. "Penyelenggara pemilu sudah bekerja dengan baik. Dan saya harap pesta demokrasi ini dapat berjalan dengan penuh kegembiraan dan provokasi-provokasi semacam ini tidak ada lagi," katanya.

Sebelumnya, Amien Rais menjadi salah satu peserta aksi 313, yang digelar di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Ahad (31/3). Dalam acara tersebut, Amien mengatakan kalau terjadi kecurangan dalam pemilu, langkah yang ditempuhnya tidak melalui jalur di Mahkamah Konstitusi, namun menggunakan people power.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement