Jumat 12 Apr 2019 08:26 WIB

Gunung Agung Masih Berstatus Siaga

Gunung Agung kemarin sempat erupsi dan mengeluarkan suara gemuruh.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Indira Rezkisari
Aktivitas Gunung Agung: Gunung Agung mengeluarkan asap terlihat dari Denpasar, Bali, Jumat (22/2/2019).
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Aktivitas Gunung Agung: Gunung Agung mengeluarkan asap terlihat dari Denpasar, Bali, Jumat (22/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petugas Pos Pengamatan Gunungapi Gunung Agung di Rendang, Karangasem, Bali melaporkan telah mendengar suara gemuruh lemah disertai erupsi Gunung Agung. Suara gemuruh dilaporkan terjadi Kamis (11/4), pukul 18.47 WITA.

Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat dengan ketinggian lebih kurang 2.000 meter di atas puncak atau sekitar 5.142 meter dari permukaan laut.

Baca Juga

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kasbani, mengatakan erupsi tersebut terekam di seismogram. "Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 25 mm dengan durasi sekitar 2 menit 8 detik," kata Kasbani dalam keterangan resmi, Jumat (12/4) pagi.

Hingga saat ini, aktivitas Gunung Agung masih berada pada status siaga atau Level III. PVMBG juga telah menetapkan Zona Perkiraan Bahaya pada radius empat kilometer dari kawah puncak Gunung Agung. Pihaknya mengimbau kepada masyarskat untuk tidak melakukan aktivitas di dalam radius tersebut.

"Masyarakat di sekitar Gunung Agung serta pendaki, pengunjung, wisatawan agar tidak berada, tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya,” ujarnya.

Kasbani menyatakan, Zona Perkiraan Bahaya bersifat dinamis dan terus dievaluasi serta dapat diubah sewaktu-waktu. PVMBG akan mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung Agung yang paling aktual.

Selain itu, PVMBG merekomendasikan masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di sekitar aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung agar mewaspadai potensi ancaman bahaya sekunder. Yakni berupa aliran lahar hujan yang dapat terjadi terutama pada musim hujan dan jika material erupsi masih terpapar di area puncak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement