REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka pintu bagi anggota DPR RI Komisi VI dari Fraksi Golkar, Bowo Sidik Pangarso untuk mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC). Namun, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengingatkan terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi Bowo agar dapat menyandang status pelaku yang bekerja sama ini.
Beberapa syarat itu di antaranya, mengakui perbuatan, membuka seluruh keterangan seluas-luasnya, dan membuka peran pihak lain atau kasus korupsi lain yang lebih signifikan serta konsisten dengan keterangan yang disampaikan.
"Kalau itu sudah terpenuhi maka bisa dikabulkan atau bisa dipertimbangkan lebih lanjut tapi kalau membuka keterangan tentang peran pihak lain setengah-setengah tidak ada informasi yang valid, maka kami pastikan juga bisa ditolak di pengadilan. Sudah cukup banyak juga pengajuan pengajuan JC yang ditolak di pengadilan," ujar Febri, Kamis (11/4).
Terkait pengembangan kasus ini, KPK akan terus mendalami setiap informasi dalam penyidikan kasus dugaan suap kerja sama pengangkutan pupuk antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dan PT Humpuss Transportasi Kimia. Salah satunya ialah pernyataan Bowo Sidik Pangarso ihwal perintah politisi Golkar Nurson Wahid agar Bowo menyiapkan 400 ribu amplop serangan fajar pada pesta rakyat 17 April 2019 nanti.
Febri Diansyah mengatakan, KPK membuka peluang untuk memeriksa Nusron karena disebut Bowo. Namun, pemeriksaan terhadap Nusron akan dilakukan sepanjang keterangannya dibutuhkan penyidik dalam mengusut kasus ini. Sampai saat ini belum ada informasi mengenai jadwal pemeriksaan Nusron.
"Klarifikasi pasti dilakukan tapi terhadap siapa dan bagaimana metodenya tentu belum bisa disampaikan saat ini. Nanti penyidik jika membutuhkan keterangan dari pihak-pihak tertentu siapapun orangnya sepanjang relevan dan terkait tentu akan kami panggil. Ketika sudah ada informasi tentang jadwalnya dan waktu yang lebih tepat nanti akan saya sampaikan," kata Febri.
Sebelumnya, Bowo mengaku dirinya diberi perintah oleh Nusron Wahid untuk menyiapkan 400 ribu amplop untuk serangan fajar pada Pileg 17 April 2019 nanti.
"Saya diminta oleh partai menyiapkan 400 ribu (amplop), Nusron Wahid meminta saya untuk menyiapkan 400 ribu (amplop)," kata Bowo kepada wartawan di Gedung KPK Jakarta, Selasa (9/4) lalu.
Menurut Febri , dalam sejumlah kasus yang ditangani KPK, tersangka korupsi kerap menyebut nama atau peran pihak lain. Namun, kata Febri, dalam mengusut perkara, KPK tidak tergantung dengan pengakuan seorang saksi atau tersangka, KPK akan mendalami dan memerikaa kesesuaiannya bukti dengan keterangan saksi dan bukti yang lain.
"Penting sekali bagi KPK pertama untuk tidak tergantung pada satu keterangan saksi atau tersangka dan yang kedua harus melihat kesesuaian dengan bukti-bukti yang lain, tapi tentu kami akan telusuri lebih lanjut informasi-informasi yang relevan terkait dengan sumber dana dari sekitar Rp 8 miliar tersebut dan juga proses penukarannya dan juga kasus kasus yang diduga merupakan penerimaan suap dan gratifikasi oleh BSP (Bowo Sidik Pangarso)," terang Febri.
KPK telah menetapkan Bowo bersama dua tersangka lainnya yakni pihak swasta yang merupakan orang kepercayaan Bowo, Indung sebagai penerima suap dan Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti sebagai pemberi suap.
Bowo diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dollar AS per metric ton. Diduga telah terjadi enam kali penerimaan di sejumlah tempat sebesar Rp221 juta dan 85.130 dollar AS.
Dalam tangkap tangan juga ditemukan uang sekitar Rp8 miliar dalam pecahan Rp20 ribu dan Rp50 ribu yang telah dimasukkan dalam amplop-amplop.Uang tersebut diduga bakal digunakan Bowo untuk 'serangan fajar' Pemilu 2019. Politikus Golkar itu kembali mencalonkan diri pada Pemilu 2019 di daerah pemilihan Jawa Tengah II.