REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirimkan petisi kepada pimpinannya terkait Kedeputian Penindakan KPK. Mereka merasa ada hambatan untuk melanjutkan atau mengembangkan kasus ke tingkat yang lebih tinggi lagi.
"Kurang lebih satu tahun ke belakang ini, jajaran di Kedeputian Penindakan KPK mengalami kebuntuan untuk mengurai dan mengembangkan perkara sampai dengan ke level pejabat yang lebih tinggi (big fish)," begitu bunyi salah satu kalimat dari surat petisi yang dibuat pegawai KPK yang diterima Republika.co.id, Rabu (10/4) lalu.
Pada petisi tersebut juga disebutkan beberapa alasan yang membuat mereka mengalami kebuntuan dalam mengembangkan kasus. Pertama, karena terhambat ya penanganan perkara pada eksepose tingkat kedeputian. Kedua, tingginya tingkat kebocoran dalam pelaksanaan penyelidikan tertutup.
Alasan ketiga, yakni tidak disetujuinya pemanggilan dan perlakuan khusus terhadap saksi. Keempat, tidak disetujuinya penggeledahan pada lokasi tertentu dan pencekalan terhadap pihak yang dirasa perlu dicekal. Kelima, adanya pembiaran atas dugaan pelanggaran berat.
Pada petisi itu juga disebutkan, berbagai upaya sudah dilakukan untuk disampaikan kepada pimpinan KPK. Baik itu melalui forum wadah pegawai maupun penyampaian langsung secara informal oleh personel-personel yang ada di jajaran Kedeputian Penindakan. Tapi, tetap jalan buntu yang mereka dapatkan.
Melalui petisi ini, para pegawai KPK meminta pimpinannya untuk dapat mengambil langkah tegas. Langkah tegas untuk menghentikam segala bentuk upaya yang menghambat proses penanganan perkara.
Saat dikonfirmasi, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan, dokumen petisi itu sudah diterima oleh pimpinan KPK. Ia mengungkapkan, pimpinan KPK akan mengagendalan pertemuan dengan para pegawai tersebut dalan waktu dekat ini. Pimpinan KPK akan mendengar masukan dari pegawai-pegawaimya secara langsung.
"Jadi, kalau ada masukan-masukan ada kendala-kendala yang terjadi di level, katakanlah di level teknis ya dalam proses penanganan perkara atau pelaksanaan tugas, maka pimpinan akan mendengarkan hal tersebut," jelasnya di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (10/4) malam.
Febri menerangkan, komunikasi di internal KPK mengenal konsep komunikasi yang egaliter. Karena itu, dinamika seperti yang ada saat ini itu sangat mungkin terjadi. Menurut dia, adanya pihak internal yang merasa keberatan terhadap kebijakan KPK bukan hanya sekali saja terjadi.
"Bahkan dulu ada keberatan, ada pertanyaan, dan ada saran pada pimpinan. Bahkan sebelumnya juga ada jalur hukum yang ditempuh oleh pegawai ke PTUN," kata dia.
Febri menilai, hal tersebut merupakan bentuk pemeriksaam dan penyeimbangan bagi KPK sendiri. Ia memandang apa yang terjadi kali ini sebagai sebuah proses agar komunikasi antara pihak-pihak di internal KPK dengan pimpinan itu tersalurkan dan bisa diselesaikan dengan baik. Itu, kata dia, demi kepentingan institusi KPK.
Namun, Febri menuturkan, KPK ingin menastikan satu hal, yakni jangan sampai apa yang terjadi saat ini kemudian dimanfaatkan oleh pihak tertentu. Pihak-pihak yang terkait dengan penanganan perkara KPK. Menurut dia, KPK memastikan penanganan perkara yang ada saat inu dilakukan secara bijaksana.
"Jadi, keluhan atau saran masukan yang disampaikan oleh teman-teman pegawai KPK pada pimpinan itu adalah bagian dari dinamika internal yang akan diselesaikan secara internal sesuai dengan mekanisme yang ada," terangnya.