Kamis 11 Apr 2019 09:19 WIB

'MRT Jadi Alat Pemersatu'

MRT mulai menerapkan sistem penalti untuk penumpang tidak tertib.

Rep: Mimi Kartika/Haura Hafizhah/ Red: Bilal Ramadhan
Peresmian stasiun MRT ASEAN oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Rabu (10/4).
Foto: Republika/Haura Hafizhah
Peresmian stasiun MRT ASEAN oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Rabu (10/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan, Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta selain menjadi transportasi publik, juga sebagai alat pemersatu. Pasalnya, menurut dia, MRT Jakarta tak membedakan para penumpangnya.

"Saya sering garis bawahi MRT bukan sekadar alat pemindah warga dari satu tempat ke tempat lain, tapi alat pemersatu. Karena di MRT kedudukannya tak menentukan tempat duduknya," kata Anies dalam sambutannya di Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) DKI, Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (10/4).

Ia menjelaskan, apa pun posisi dan jabatannya, tak dibedakan saat naik MRT Jakarta. Ia mencontohkan, office boy maupun CEO perusahaan berada dalam gerbong kereta yang sama.

Anies melanjutkan, berbagai latar belakang berbeda dalam antrean yang sama. Bahkan, ia mengatakan, presiden pun berdiri di dalam MRT Jakarta. Sehingga, kata dia, MRT Jakarta harus ditempatkan sebagai alat pemersatu.

"Transportasi lain ada kelas, di sini enggak ada kelas. Office boy dengan CEO, misalnya, dalam gerbong yang sama. Semua dengan kerja latar belakang berbeda dalam MRT antreannya sama. Presiden pun berdiri di MRT," kata Anies.

Untuk itu, Anies melanjutkan, masyarakat bisa belajar sebagai masyarakat modern. Di mana setiap hal apa pun terencana dan tepat waktu. Kemudian, membudayakan tertib dan beradab.

"Kemudian tertib, efisien, efektif, dan beradab. Beradab artinya ada adab yang dijunjung tinggi. Bahkan, di stasiun tidak ditempatkan tempat sampah untuk kita semua belajar," tutur Anies.

MRT telah beroperasi secara resmi. PT MRT mulai memberlakukan sistem penalti dengan denda yang mengacu pada tarif yang sudah ditetapkan.Tarif ini sudah diatur di peraturan gubernur (pergub).

Kepala Divisi Sekretaris PT MRT Jakarta, Muhammad Kamaluddin, mengatakan, penumpang akan dikenakan penalti jika masuk dan keluar di stasiun MRT yang sama. Penalti juga dikenakan terhadap penumpang yang tidak keluar dari stasiun MRT lebih dari 60 menit.

“Pembayaran penalti ini tidak melalui sistem langsung terambil dari saldo dalam kartu saat tapping out, tetapi melalui pembayaran manual di loket. Jadi, sistemnya manual. Petugas loket akan menanyakan dan penumpang berhak menjelaskan,” kata Kamaluddin kepada Republika, Rabu (10/4).

Kamaluddin mencontohkan, penumpang yang berangkat dari stasiun MRT Lebak Bulus harusnya turun di stasiun MRT Bundaran HI. Tapi, justru balik lagi ke stasiun MRT Lebak Bulus. Penumpang yang seperti ini akan dikenakan penalti dengan tarif dua kali perjalanan.

“Sekali perjalanan Rp 7.000. Berarti dua kali perjalanan Rp 14 ribu. Tarif sesuai perjalanan yang diatur pergub. Untuk masalah waktu berarti penumpang yang lebih dari 60 menit tidak bisa kami asumsikan ngapain. Maka, kami tanyakan terlebih dahulu,” ujar dia.

Kamaluddin mengaku, sudah mengimbau para penumpang melalui standing banner, pengeras suara di stasiun MRT, dan sosial media. Menurutnya, kata dia, untuk penumpang yang belum mengetahui merupakan penumpang yang pertama kali naik MRT.

Kamaluddin berharap, para penumpang mengerti akan sistem penalti ini. “Pokoknya yang tidak boleh itu masuk dan keluar pada stasiun MRT yang sama, selebihnya boleh. Misal, dari Stasiun MRT Lebak Bulus mau ke Stasiun MRT Bundaran HI berubah pikiran ke Dukuh Atas itu boleh dan tidak kena penalti,” ujar dia.

Salah satu penumpang di Stasiun Istora Mandiri, Nin Handoko (65 tahun), mengatakan, tidak sama sekali mengetahui sistem penalti. Yang ia tahu, hanya membeli kartu dan bisa dikembalikan. “Tidak tahu kalau soal itu, harus ada sosialisasi. Apalagi, yang tentang lebih dari 60 menit dikasih penalti,” kata Nin.

Nin mengaku, adanya sistem penalti bisa membuat penumpang tidak menggunakan MRT secara sembarangan, tetapi hal ini kurang disosialisasikan. Sehingga, banyak pengguna MRT yang tidak mengetahui.

Nin berharap, jika ada peraturan baru disosialisasikan secara menyeluruh pada penumpang agar tidak terjadi salah paham. “Biar enggak ada salah paham antara penumpang dan petugas loket ketika sistem penalti ini diterapkan,” ujar dia.

Senada disampaikan penumpang lainnya, Hardi Mukti (32 tahun), karyawan swasta, mengatakan, belum mengetahui sama sekali dan belum baca berita tentang sistem penalti MRT.

“Saya tidak tahu tentang itu, yang saya tahu dapat potongan 50 persen setiap naik MRT. Baru dengar ada sistem penalti di kendaraan publik,” tutur Hardia saat keluar dari Stasiun MRT di Istora Mandiri.

Menurutnya, sistem ini bisa mengedukasi masyarakat agar menaati peraturan. Tetapi, banyak penumpang yang memang terlalu antusias, sehingga ingin naik MRT terus menerus.“Ya soal sistem penalti ini lihat saja ke depannya berpengaruh ke penumpang apa enggak. Mereka bisa tertib atau tidak,” ujarnya.

MRT saat ini beroperasi pada rute Lebak Bulus sampai Bundaran HI. Ada 13 stasiun MRT  yang sudah beroperasi. Untuk tarif MRT sudah ditetapkan sebesar Rp 10 ribu per 10 kilometer (km). Tarif antar stasiun nantinya berbeda.

Tarif minimum ditetapkan sebesar Rp 3.000, sedangkan tarif maksimal adalah Rp 14 ribu. Pemimpin Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberikan diskon tarif sebesar 50 persen sepanjang April 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement