REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus dugaan politik uang yang dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menkomaritim), Luhut Binsar Pandjaitan. Jika diperlukan, Bawaslu akan menghadirkan Luhut untuk dimintai klarifikasi.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan, kasus luhut masih diproses oleh Bawaslu Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. "Sebab kejadiannya di Kabupaten Bangkalan. Kami cari (barang bukti) dan kami sudah periksa saksi-saksi yang melihat kejadian itu," ujar Bagja ketika dijumpai wartawan di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (10/4).
Setelah pemeriksaan saksi, Bawaslu RI masih menunggu proses selanjutnya. "Kalau dibutuhkan, (Luhut) bisa dipanggil di sini (Bawaslu RI). Beliau hadir di sini. Untuk kasus ini prosesnya selama 14 hari," tambah Bagja.
Sebelumnya, Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), melaporkan Luhut Binsar Pandjaitan, ke Bawaslu, Jumat (5/4). Luhut diduga melakukan politik uang dan sejumlah pelanggaran pemilu lain.
Juru bicara ACTA Hanfi Fajri menduga, Luhut melakukan kampanye tanpa melakukan cuti sebagai pejabat negara. "Kami melaporkan tindakan dia sebagai menteri, sebagai pejabat negara yang melakukan kampanye kepada salah satu paslon. Kalau menteri ingin melakukan kampanye kepada salah satu paslon, dia harus mengajukan surat cuti," ujar Hanfi kepada wartawan, di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat.
Dia melanjutkan, Luhut tidak masuk dalam struktur tim kampanye nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin. Artinya, Luhut dianggap tidak memiliki hak melakukan kampanye.
"Artinya, tindakan yang dilakukan oleh Luhut yang meminta untuk memilih paslon 01, itu sudah menyalahi undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 yang mengarah ketidaknetralan keberpihakan membuat keputusan yang menguntungkan paslon nomor 01," jelasnya.
Kedua, kata Hanfi, ACTA juga melaporkan terkait masalah amplop yang diberikan kepada Kiai Zubair Muntashor di Ponpes Nur Cholil, Kabupaten Bangkalan. Menurut dia, amplop identik dengan pemberian uang.
"Pemberian uang yang diberikan oleh Luhut itu tujuannya untuk memilih paspon 01 ya dengan menggiring bahwa tanggal 17 datang ke TPS ajak umat ajak santri pakai baju putih, baju putih itu identik dengan jargonnya Jokowi," tegasnya.
Ketiga, ACTA melihat Luhut mengendarai mobil yang beriringan dengan dengan mobil kampanye paslon nomor 01. Karena itu, ACTA berharap kepada Bawaslu untuk melakukan tindakan yang tegas terhadap tindakan yang dilakukan oleh Luhut Binsar Panjaitan.
"Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 283 junto pasal 547 UU Pemilu adalah tindakan yang dilarang karena tidak boleh memberikan sesuatu untuk mengarah dan mengajak kepada masyarakat untuk memilih kepada Salah satu paslon yaitu nomor 01. Maka di sini kami menduga adanya terstruktur sistematis untuk melakukan money politic," tambah Hanfi.