Selasa 09 Apr 2019 10:07 WIB

Pengamat: Dangdutan Bukan Simbol Kampanye Inklusif

Pangi menilai kampanye tak bisa dianggap eksklusif karena suara takbir.

Rep: Riza Wahyu Pratama/ Red: Teguh Firmansyah
 Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi  Chaniago
Foto: Republika/Afrizal Rosikhul Ilmi
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago menilai kampanye tidak bisa dianggap eksklusif karena suara takbir menggema di dalamnya. Apalagi jika karena hal itu, kemudian dianggap kampanye kaum radikal ataupun intoleran.

"Saya kira hal itu kurang nyambung dan masih bisa diperdebatkan narasinya (eksklusif dan dianggap radikal karena pekikan takbir)," kata Pangi kepada Republika.co.id, Senin (9/4).

Baca Juga

Sebaliknya kampanye inklusif juga tak harus ditandai dengan adanya dangdutan sehingga jika tidak ada disimpulkan kampanye eksklusif.

Direktur eksekutif Voxpol itu menyingung surat Susilo Bambang Yudhoyono yang mengatakan, kampanye Prabowo di Gelora Bung Karno kurang inklusif. Menurutnya, hal itu berlebihan karena dalam kampanye tersebut hadir pula tokoh lintas agama.

Sebelumnya, SBY memberikan surat yang ditujukan kepada tiga pimpinan Partai Demokrat, Amir Syamsudin, Syarief Hassan, dan Hinca Pandjaitan. Isi surat tersebut meminta para pimpinan Partai Demokrat agar dapat memberikan saran kepada Prabowo soal keberagaman berkampanye.

Selanjutnya, anggapan kampanye kurang inklusif itu dibantah oleh juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Andre Rosiade. Menurutnya, kampanye di GBK cukup inklusif karena hadir di dalamya Natalius Pigai, Lieus Sungkharisma, serta biksu agama Buddha.

Andre menegaskan, Hashim Djojohadikumo juga mencerminkan inklusifitas tersebut karena Hashim adalah pimpinan Gereja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement