REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis Politik dari Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai tim kampanye kedua pasangan capres-cawapres semakin gencar melakukan kampanye terbuka, saling klaim lebih banyak menggalang massa. Kampanye seperti itu dinilai tidak efektif.
"Kampanye gaya lama ini sepertinya tidak akan efektif," kata Pangi Syarwi di Jakata, Senin (8/4).
Menurut Pangi, ada beberapa alasan, kampanye terbuka tidak signifikan dalam meningkatkan elektabilitas pasangan capres-cawapres. Pertama, kampanye terbuka hanya digunakan untuk gagah-gagahan atau show off force.
Kedua, inefesiensi anggaran. Anggaran sangat besar yang dikeluarkan pada kampanye terbuka, kadang tidak ada korelasi positif dengan semakin luasnya dukungan politik yang diperoleh masing-masing kandidat.
Ketiga, tidak memperluas basis segmen pemilih. Hadirnya massa dalam jumlah besar tidak menjadi jaminan bahwa kemenangan menjadi milik kandidat tertentu. Mereka yang hadir sebagian besar sudah dipastikan akan mendukung kandidat yang bersangkutan, sisanya mereka hanya ikut-ikutan dan yang pasti model kampanye semacam ini tidak akan menambah asupan elektoral yang signifikan terhadap kandidat.
Keempat, ilusi merasa menang. Efek psikologis hadirnya massa yang besar di sisi lain juga punya sisi negatif baik terhadap kandidat maupun pendukungnya, mereka merasa dapat dukungan yang besar dan luas dari masyarakat sehingga perasaan atau rasa-rasa akan memenangkan kompetisi semakin memuncak.
Padahal, kata Pangi, massa yang hadir pada kampanye terbuka, jika dibandingkan dengan jumlah pemilih sangatlah sedikit. "Apalagi, massa yang hadir dalam kampanye terbuka, orangnya itu-itu saja. Pada kampanye terbuka paslon 01 mereka hadir, pada kampanye paslon 02 mereka juga hadir. Mereka hadir pada semua kampanye, dari massa yang sama, yang penting mereka bahagia bisa menikmati hiburan dan syukur-syukur dapat uang transportasi."