Senin 08 Apr 2019 09:17 WIB

Jualan Netanyahu: Siap Caplok Tepi Barat

PM Israel Benjamin Netanyahu berjanji memperluas permukiman Israel di Tepi Barat.

Dugaan korupsi PM Israel Netanyahu
Foto: republika
Dugaan korupsi PM Israel Netanyahu

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji memperluas permukiman Israel di Tepi Barat. Hal ini akan dia lakukan apabila memenangkan pemilihan umum (pemilu) Israel pada 9 April 2019.

Dalam sebuah wawancara dengan Israel Channel 12 News, Netanyahu ditanya mengapa dia tidak memperluas kedaulatan hingga ke permukiman di Tepi Barat seperti yang dilakukan untuk Dataran Tinggi Golan. Netanyahu menyanggah.

"Siapa bilang kita tidak akan melakukannya? Kami sedang dalam proses mendiskusikannya," ujar Netanyahu, Ahad (7/4).

Memperluas kedaulatan Israel menjadi salah satu janji kampanye Netanyahu. "Saya tidak membedakan antara blok permukiman dan permukiman terisolasi," kata dia.

Pernyataan tersebut membuat para pemimpin Palestina bereaksi keras. Kepala negosiator Palestina dan pembantu dekat Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Saeb Erekat, mengatakan, Israel tidak akan berhenti melanggar hukum internasional.

Hal itu akan terus terjadi selama mereka mendapatkan dukungan, terutama dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. "Selama masyarakat internasional dan AS terus memberikan penghargaan kepada Israel, mereka akan melakukan pelanggaran terhadap hak asasi rakyat Palestina," ujar Erekat.

Pejabat Hamas, Sami Abu Zuhri, mendesak Otoritas Palestina menghentikan kerja sama keamanan dengan Israel di Tepi Barat yang diduduki. Menurut dia, Israel tidak akan pernah bisa mencaplok wilayah permukiman Tepi Barat.

Dia memastikan mimpi Netanyahu untuk mencaplok Tepi Barat tidak akan pernah tercapai. "Kami tidak akan membiarkan itu terjadi," ujar Abu Zuhri.

Menurut dia, kini sudah waktunya menghentikan koordinasi keamanan dengan pendudukan dan bersatu menghadapi tantangan. Permukiman merupakan salah satu problem terpanas dalam perundingan damai Palestina-Israel.

Setelah puluhan tahun membangun permukiman, lebih dari 400 ribu warga Israel saat ini tinggal di Tepi Barat. Sementara, menurut Biro Statistik Palestina, terdapat 2,9 juta warga Palestina yang juga tinggal di Tepi Barat.

Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Koordinasi Urusan Kemanusian, sekitar 212 ribu permukiman Israel berada di Yerusalem Timur. Sementara, Palestina dan banyak negara menyatakan, konvensi Jenewa melarang permukiman di bangun di atas tanah yang direbut dalam perang.

Israel membantah hal tersebut. Mereka berdalih pembangunan permukiman ditujukan untuk kebutuhan keamanan, historis, dan politis.

Pernyataan Netanyahu tak lepas dari serangkaian kebijakan Trump yang dianggap menguntungkan Israel. Pada Maret lalu, misalnya, Trump memutuskan mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Dataran Golan merupakan wilayah yang direbut Israel dari Suriah pada Perang 1967.

Aneksasi Golan juga dilakukan Israel pada 1981, tetapi hal itu tidak diakui secara internasional. Suriah meminta Israel mengembalikan wilayahnya.

Pada Desember 2017 AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya di kota tersebut. Kedua keputusan tersebut membuat geram para pemimpin serta rakyat Palestina.

Melalui langkah AS yang mengakui Yerusalem dan Dataran Tinggi Golan, Israel akan merasa semakin berani mengadvokasi perluasan wilayah kedaulatan.

Kementerian Luar Negeri AS enggan berkomentar terhadap pernyataan Netanyahu. Upaya Netanyahu ini disebut untuk menarik suara sayap kanan. Apalagi, selama masa kampanye pemilu, Netanyahu dituduh telah melakukan korupsi. Meski begitu, Netanyahu membantah melakukan kesalahan dalam tiga kasus dugaan suap dan penipuan.

Pemilu Israel

Seperti dilansir di Aljazirah, sekitar 5,88 juta pemilih yang memenuhi syarat akan mengikuti pemilu Israel pada 9 April 2019. Lewat kontestasi itu, ditentukan partai mana yang akan memimpin pemerintah Israel berikutnya.

Ada 14 partai utama memperebutkan 120 kursi di Knesset. Satu partai harus mengamankan minimal 61 kursi dari total jumlah kursi yang ada untuk membentuk pemerintahan. Selanjutnya, mereka akan memilih pemimpin untuk menjadi perdana menteri.

Netanyahu yang merupakan pemimpin partai sayap kanan Likud mengincar jabatan perdana menteri untuk kelima kalinya. Dia mendapat persaingan ketat dari Benny Gantz, mantan kepala militer yang memimpin Partai Blue and White. Partai tersebut beraliansi dengan mantan menteri keuangan dan tokoh televisi Israel Yair Lapid untuk menggulingkan Netanyahu.

Gantz pernah dipuji Netanyahu sebagai perwira yang sangat baik. Netanyahu juga sempat menyebut Israel berutang budi kepada Gantz.

Dalam upaya memenangkan pemilih sayap kanan, video kampanye kontroversial Gantz diputar. Dalam video itu, Gantz membanggakan pembunuhan warga Palestina dan akan mengirim Gaza kembali ke zaman batu. Pernyataan tersebut merujuk pada serangan udara yang diluncurkan tentara Israel pada 2014.

Banyak pihak mengkritik Gantz karena tidak memiliki sikap politik yang jelas, termasuk masa depan permukiman di Tepi Barat. Tapi, di beberapa pidatonya, dia berjanji memperbaiki hukum negara dan bangsa Yahudi yang mendefinisikan Israel sebagai tanah air eksklusif orang-orang Yahudi.

Turki mengkritik pernyataan Netanyahu sebagai hal yang tidak bertanggung jawab. Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, Tepi Barat yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967 adalah wilayah Palestina.

Menurut dia, pendudukan Israel melanggar hukum internasional. "Pernyataan Netanyahu untuk mencari suara sebelum pemilu Israel tidak dapat dan tidak akan mengubah fakta ini," kata Cavusoglu.

Kritik juga datang dari juru bicara Presiden Turki Tayyip Erdogan, Ibrahim Kalin. “Akankah demokrasi Barat bereaksi atau mereka terus diam? Mereka memalukan," kata Kalin di akun Twitter-nya. (reuters/ed: qommarria rostanti)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement