REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan menghadirkan, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dalam persidangan perkara dugaan suap dana hibah dari Kemenpora kepada KONI. Nama Imam sebelumnya sempat disebut ada dalam daftar penerima fee terkait perkara tersebut.
"Dalam proses penyidikan sudah kami panggil (periksa), itu artinya jika dipandang relevan, apalagi kalau JPU sudah menyampaikan, ya tentu akan dihadirkan di persidangan," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Sabtu (6/4).
"Apa saja yang diklarifikasi yang terkait dengan pengetahuan Menpora atau hal-hal lain yang sudah pernah diperiksa pada saat penyidikan. Tapi, kapan persisnya jadwalnya, tentu saja itu menjadi domain dari penuntut umum. Nanti kalau sudah ada informasi yang akan disampaikan," tambah Febri.
Selama persidangan, Jaksa Penuntut KPK sebelumnya mengonfirmasi nama Menpora Imam Nahrawi yang tertera dalam catatan penerima suap dana hibah ini kepada para saksi. Bahkan, saat JPU KPK menghadirkan Bendahara Pengeluaran Pembantu Kemenpora, Supriyono sebagai saksi untuk terdakwa Sekjen KONI, Ending Fuad Hamidy pada Kamis (4/4), ia mengakui pernah beberapa kali diperintah oleh staf pribadi Menteri Miftahul Ulum, untuk mencari uang dari pihak eksternal. Uang-uang tersebut digunakan untuk keperluan menteri.
"Kalau buka bersama, yang sifatnya sama menteri pernah minta uang. Ada untuk makan, buka puasa, itu beberapa kali," kata Supriyono.
Menurut Supriyono, uang yang diminta itu besarannya mencapai puluhan juta rupiah. Menurut dia, permintaan untuk memfasilitasi kebutuhan keuangan itu sebenarnya bukan tugas dan kewajibannya. Namun, dia tetap penuhi permintaan itu karena merupakan perintah atasan.
"Tidak termasuk tugas saya, tapi kalau perintah pimpinan, ya saya laksanakan," kata Supriyono.
Dalam persidangan, Supriyono mengaku pernah diminta hal serupa oleh Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana. Namun, permintaan Mulyana agar Supriyono mencari uang dari pihak eksternal dan membeli satu unit mobil Toyota Fortuner.
Untuk memenuhi permintaan Mulyana, Supriyono mengakui menerima uang dari Sekjen KONI, Ending Fuad Hamidy. Namun, Supriyono beralasan pemberian uang sebagai pinjaman.
Sementara saat dikonfirmasi keterlibatannya, Imam Nahrawi menegaskan, tidak tahu-menahu terkait kasus tersebut. Namun, Imam tetap akan menghargai proses hukum dan akan menjelaskan kebenarannya saat mendapat kesempatan. Menurutnya, itu hanya opini semata.
"Tentu saya menghargai proses hukum dan kita akan melihat nanti antara fakta dan opini yang dibangun. Tentu saya juga tidak tahu siapa yang membuat inisial inisial itu dan siapa yang menafsirkan inisial itu," kata dia.
Adapun dalam dakwaan Fuad, disebutkan dalam dakwaan pada 13 Desember 2018, sesuai arahan Miftahul Ulum yang merupakan staf pribadi Imam Nahrawi, Fuad memerintahkan Suradi mengetik daftar rincian para penerima dana komitmen fee dari pihak Kemenpora.
Dana hibah itu rencananya digunakan KONI untuk Pengawasan dan Pendampingan Seleksi Calon Atlet dan Pelatih Atlet Berprestasi Tahun Kegiatan 2018 sejumlah Rp 17.971.192.000. Fuad didakwa bersama-sama dengan Bendahara Umum Komite KONI Jhonny E Awuy menyuap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanto.
Johny dan Fuad didakwa menyuap pejabat Kemenpora dengan memberikan satu unit Toyota Fortuner, uang Rp 300 juta, kartu ATM debit BNI dengan saldo Rp 100 juta, serta ponsel Samsung Galaxy Note 9. Jaksa KPK menduga pemberian hadiah berupa uang dan barang itu bertujuan supaya Mulyana membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora RI yang akan diberikan kepada KONI.