Sabtu 06 Apr 2019 17:56 WIB

Ada 981 Isu Hoaks Sepanjang 2019

Hampir di setiap negara mendekati pemilu isu hoaks meningkat signifikan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Gita Amanda
Staf ahli Kominfo bidang hukum Henri Subiakto usai menghadiri sebuah diskusi di d'consulate, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/4).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Staf ahli Kominfo bidang hukum Henri Subiakto usai menghadiri sebuah diskusi di d'consulate, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mencatat ada 981 isu hoaks yang tercipta selama tiga bulan di 2019. Dengan rincian, Januari sebanyak 175, Februari sebanyak 353, dan Maret sebanyak 453 isu hoaks.

"Jadi signifikan sekali mendekati Pilpres dia (isu hoaks) naik, saat Pilkada juga trennya demikian," ujar staf ahli Kominfo bidang hukum Henri Subiakto di d'consulate, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/4).

Baca Juga

Henri menjelaskan, di setiap negara yang mendekati pemilihan umum (Pemilu) isu hoaks pasti meningkat signifikan. Adanya peningkatan tersebut seakan mengkonfirmasi bahwa hoaks adalah alat yang digunakan untuk kepentingan politik.

"Itu hampir sekarang semua proses politik di era demokrasi digital ini ada yang memanfaatkan hoaks. Makanya media ingatkan pada publik jangan percaya kepada hoaks," ujar Henri.

Meski begitu, Henri menjelaskan bahwa menjelang Pemilu 2019, Kemkominfo telah bekerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Untuk menangkal isu hoaks yang berkaitan dengan politik.

"Kami bersama terus dengan mereka, ada timnya. dan itu bagian dari upaya untuk menghilangkan konten yang membahayakan keberlangsungan demokrasi kita," ujar Henri.

Sebelumnya, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) menilai hoaks soal server KPU yang telah di-setting merupakan hoaks bertema pemilu yang paling cepat penyebarannya. Menurut Ketua Presidium Mafindo Septiaji, hoaks tersebut merupakan kelanjutan dari hoaks-hoaks sebelumnya seperti 'tujuh kontainer surat suara tercoblos' dan 'truk surat suara beraksara Cina'.

Maka dari itu, langkah-langkah taktis dari pihak penyelenggara pemilu maupun penegak hukum sangat dibutuhkan untuk meredam dampak penyebaran hoaks ini. Mafindo mendukung upaya KPU untuk membawa kasus ini ke Bareskrim, dan berharap Polri bisa segera menindaklanjuti perkara ini dengan baik dan transparan.

"Siapa pun pemenangnya kalau penyelenggara pemilu dirusak wibawanya, maka yang ada adalah ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan yang terpilih. Untuk itu kami mendorong Polri untuk melakukan tindakan tegas kepada aktor intelektual dan penyebar utama hoaks ini," ujar Septiaji.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement