REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan berhasil melakukan operasi hujan buatan untuk memadamkan kebakaran hutan di Provinsi Riau. Jumlah hotspot sudah berkurang secara signifikan.
"Curah hujan terjadi secara merata di seluruh wilayah Provinsi Riau," Kepala BBTMC BPPT Tri Handoko Seto dalam siaran persnya, di Jakarta, Jumat (5/4).
Ia mengatakan pada 31 Maret 2019, jumlah titik api sudah berkurang hingga dua titik api. Angka itu hasil monitoring Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (Modis) dan Suomi National Pollar-Orbiting Partnership Satellite (SPNN).
Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Provinsi Riau telah dilaksanakan sejak 26 Februari 2019 dan hingga kini operasi tersebut masih berlanjut. Dalam periode 26 hingga 31 Maret 2019, telah dilakukan penerbangan untuk penyemaian awan di wilayah Provinsi Riau sebanyak 42 misi penyemaian dengan pemakaian bahan semai sebanyak 33.200 kg.
Menurut Tri Handoko, target TMC mengacu pada beberapa parameter seperti curah hujan, jumlah titik api, hingga tingkat kebasahan lahan. Kegiatan TMC akan selesai jika kondisi beberapa parameter terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sudah dalam kondisi aman. Pada beberapa kegiatan sebelumnya, TMC biasanya berakhir pada waktu menjelang puncak musim hujan di wilayah target, tambahnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pelayanan Teknologi BBTMC Sutrisno mengatakan metode TMC untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan yaitu dengan melakukan penyemaian awan untuk memaksimalkan pembasahan lahan di wilayah target. Melalui penyemaian awan yang dilakukan, lanjutnya, bahan semai yang disebar ke dalam awan akan mempercepat proses fisis awan sehingga dapat memaksimalkan potensi awan menjadi hujan.
Bahan yang diperlukan untuk melakukan penyemaian awan yaitu bahan semai berupa garam higroskopis. Partikel garam tersebut dibawa ke udara dengan menggunakan pesawat untuk kemudian disebar ke dalam awan potensial untuk mempercepat proses terjadinya hujan.
"Hujan yang turun ke permukaan akan membasahi lahan di wilayah Provinsi Riau sehingga mampu membantu pemadaman titik api. Kondisi lahan yang terjaga tingkat kebasahannya juga akan menekan potensi kemunculan titik api baru maupun penyebarannya,” ujarnya.
Menurut Sutrisno, pembasahan lahan melalui hujan juga dapat mereduksi potensi penyebaran kebakaran yang telah terjadi, terutama pada lahan gambut. "Dengan mengacu pada kasus karhutla sebelumnya, maka wilayah-wilayah dengan tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan yang tinggi menjadi fokus operasi TMC selama ini,” ujarnya.
Operasi TMC di Riau awal tahun ini menggunakan pesawat CASA A-2107 milik TNI-AU. "Kendala terbesar operasional TMC adalah masalah pesawat. Dua pesawat milik BBTMC saat ini masih dalam tahap perbaikan sehingga harus meminta dukungan pesawat dari TNI AU,” ujar Sutrisno.
Diketahui Provinsi Riau merupakan wilayah yang secara historis rawan terhadap kebakaran hutan dan lahan. Sebaran titik api pada awal 2019 terpantau di sepanjang pesisir timur seperti Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis, Siak, Pelalawan, Indragiri Hilir, Kepulauan Meranti dan Kota Dumai.
Pantauan pada 24 hingga 27 Maret 2019, jumlah titik api di atas 80 persen lebih banyak terdeteksi di Kabupaten Kepulauan Meranti, Kota Dumai dan Kabupaten Bengkalis.