Jumat 05 Apr 2019 18:34 WIB

Pemprov Jabar Diminta Perhatikan Konservasi Atasi Banjir

Saling melempar tanggung jawab membuat masalah banjir di Bandung tak pernah tuntas.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Banjir di Kabupaten Bandung masih merendam tiga kecamatan yaitu Baleendah, Bojongsoang dan Dayeuhkolot dan menutup akses jalan, Jumat (5/4).
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Banjir di Kabupaten Bandung masih merendam tiga kecamatan yaitu Baleendah, Bojongsoang dan Dayeuhkolot dan menutup akses jalan, Jumat (5/4).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wilayah Bandung Raya kembali mengalami banjir akibat luapan Sungai Citarum. Bahkan, ketinggian banjir bervariasi, tetapi sebagian besar rumah terendam hingga lebih dari 1 meter. Akibatnya, ribuan warga kesulitan. 

Menurut artis yang saat ini menjadi politisi Muhammad Farhan, pihaknya ingin fokus menangani banjir yang kerap melanda Bandung. Karenanya, dia meminta Pemprov Jabar untuk memperhatikan konservasi tanah resapan air di kawasan Bandung Utara (KBU). 

Karena, menurut dia, di sanalah biang kerok awal mula banjir menerjang Bandung. Hal itu, akan dia lakukan jika dipercaya menjadi anggota dewan.

Namun sebaliknya, jika tidak lagi menjadi anggota dewan, maka dia akan membangun jejaring penanggulangan bencana dan penanggulangan korban bencana bersama dengan kementerian sosial atau dinas sosial serta Tagana. "Itu saja," paparnya.

Terpisah, pakar Tata Ruang Kota Nirwono Joga melihat masalah banjir di kawasan Bandung Raya dapat diselesaikan jika ada koordinasi yang baik antara pemerintah kota/kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat. Selama ini, kata dia, lemahnya koordinasi dan saling melempar tanggung jawab membuat masalah banjir di Bandung tak pernah tuntas.

"Banjir bisa tuntas, karena siklus alam dari dulu selalu sama. Volumen hujan sama saja. Tetapi harus ada pembagian tugas yang jelas untuk mulai menyelesaikannya," kata Nirwono Joga.

Nirwono menjelaskan, ada dua penyebab utama banjir di Bandung. Pertama banjir kiriman dari daerah dataran tinggi seperti Bandung bagian utara. Ini terjadi karena kawasan hutan lindung, dan kawasan hijau sudah sangat ter-eksplorasi. 

Penyebab kedua, kata dia, adalah buruknya drainase atau saluran air. Nirwono mengatakan, volume air dari daerah dataran tinggi sangat besar karena kurangnya daerah resapan. Sementara di daerah kota yang lebih rendah, saluran air tidak berfungsi dengan baik. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement