Kamis 04 Apr 2019 19:48 WIB

Khofifah Siapkan Regulasi Baru untuk Tangani Bencana

Regulasi baru Jatim akan mengatur pemberian bantuan bagi korban bencana.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Nur Aini
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa
Foto: Antara/Moch Asim
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim akan menyiapkan regulasi baru terkait tanggap darurat bencana. Harapannya, dengan regulasi tersebut, penanganan bencana, termasuk pemberian bantuan korban di lapangan, bisa dilakukan secara detail dan menyeluruh berdasarkan aturan yang berlaku.

"Regulasi ini nantinya bersifat regional bisa berupa peraturan daerah (Perda) maupun peraturan gubernur (Pergub), sebagai referensi untuk mengatur soal pemberian bantuan bagi korban termasuk berapa besarnya," kata Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa saat memimpin Rapat Terbatas (Ratas) di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (4/4).

Baca Juga

Menurutnya, dalam regulasi tersebut nantinya akan diatur jumlah anggaran yang bisa dikeluarkan untuk mengintervensi risiko bencana alam. Hal itu termasuk, membahas kriteria risiko bencana seperti rumah rusak berat, rusak ringan, santunan kematian, santunan sakit, sampai dengan bantuan bila ada lahan yang gagal panen atau rusak.

"Jadi saat kita turun harus sudah jelas apa yang bisa dilakukan dan atas dasar apa. Jadi ketika tanggap darurat bantuan yang kita berikan bisa langsung menyentuh kepada korban," ujar Khofifah.

Gubernur perempuan pertama di Jayim itu meminta, kekosongan regulasi itu bisa segera disisir. Ia juga meminta agar beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jatim, dan Dinas Sosial Provinsi Jatim, bisa duduk bersama membahas detail regulasinya. Apalagi OPD tersebut berkaitan langsung ketika bencana terjadi.

"Termasuk nanti membahas tugas dan tanggung jawab kabupaten/ kota. Kalau bisa bersinergi dengan instansi terkait seperti Kementerian Sosial, terutama intervensi soal tanggap darurat," kata Khofifah.

Khofifah merasa, regulasi atau dasar hukum terkait penanganan bencana ini sangat penting mengingat 80 persen wilayah Jatim memiliki potensi kerawanan bencana. Mulai banjir, longsor, puting beliung, hingga gempa bumi.

Kepala BPBD Provinsi Jatim, Suban Wahyudiono mengatakan, secara geografis, Jatim memiliki tujuh gunung api aktif dari 127 gunung api aktif yang ada di Indonesia. Jatim juga merupakan daerah rawan gempa bumi, karena berdekatan dengan jalur pertemuan lempeng tektonik, yaitu lempeng Indo-Australia.

Tidak hanya itu, iklim tropis menyebabkan sering terjadi banjir, tanah longsor, cuaca ekstrim, dan kekeringan di beberapa wilayah di Jawa Timur.  Menurutnya, berdasarkan kajian bencana 2016-2020 ada 12 bencana, di antaranya banjir, gempa bumi, kekeringan, tanah longsor, sampai dengan tsunami.

Untuk bencana banjir sendiri setidaknya ada 22 kabupaten/ kota yang rawan banjir. Hal itu dikarenakan Provinsi Jatim dilalui tujuh Wilayah Sungai (WS), yakni WS Bengawan Solo, WS Brantas, WS Welang-Rejoso, WS Pekalen-Sampean, WS Baru-Bajulmati, WS Bondoyudo-Bedadung, dan WS Madura. Kemudian untuk daerah rawan bencana longsor  ada di 13 kabupaten/ kota dan rawan kekeringan di 23 kabupaten/ kota.

"Strategi penanggulangan bencana, kami lakukan mulai tangap darurat hingga pasca-bencana. Dan di Jatim ini dari 2.742 desa/kelurahan yang rawan bencana, sudah ada 381 desa/kelurahan yang sudah tangguh bencana," ujar Suban.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement