REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog, pakar tumbuh kembang anak, yang juga Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi mengatakan, perlunya dukungan gizi yang baik untuk mendorong anak agar berprestasi. Menurut tokoh yang kerap disapa Kak Seto ini, banyak hal yang mempengaruhi anak berprestasi mulai dari pola pendidikan, kondisi fisik, lingkungan serta asupan gizi yang cukup untuk perkembangan otak anak.
"Kita harus mengenali potensi anak sejak dini dan makanan bergizi sangat mempengaruhi perkembangan prestasi anak," ujar Kak Seto sapaan akrab Seto Mulyadi, dalam rilisnya, Sabtu (30/3).
Kak Seto mengajak semua pemangku kepentingan untuk memenuhi hak anak termasuk hak untuk mendapat kecukupan gizi. Di negara-negara berkembang, lanjut dia, penyebab anak-anak kurang berprestasi salah satunya karena faktor ekonomi yang membuat anak tidak cukup asupan gizi.
"Prestasi anak Indonesia dapat diperbaiki dengan dukungan gizi dan lingkungan yang baik," ujar dia.
Pemenuhan gizi itu mempengaruhi taraf kecerdasan dan IQ anak. "Untuk itu hak anak untuk menjadi lebih berprestasi harus dilakukan melalui pemenuhan gizi dan tentu saja juga melalui pendidikan yang optimal,” jelas kak seto lebih lanjut.
Sebelumnya, penelitian beberapa pakar gizi dari UI dan IPB termasuk Prof Dr Ahmad Sulaeman dalam artikel yang diterbitkan oleh British Journal of Nutrition, mengatakan bahwa 8 dari 10 anak Indonesia kekurangan asupan DHA jika mengacu pada standar WHO.
Penelitian yang dilakukan berdasar dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 itu menemukan bahwa 8 dari 10 anak usia sekolah Indonesia yang berumur 4-12 tahun kekurangan asupan nutrisi otak karena asupan asam lemak esesial (Essential Fatty Acid) khususnya asupan DHA dan Omega 3 yang lebih rendah dibanding angka acuan dari WHO.
Penelitian PISA dari OECD tahun 2018 menyebutkan bahwa kemampuan matematika dan science pelajar Indonesia berada diurutan peringkat 62 dunia, bahkan di bawah Vietnam. Hal ini tentu saja menjadi keprihatinan bagi masa depan anak Indonesia.
Sementara itu penelitian Kemendikbud juga menyatakan, daya kemampuan berfikir anak Indonesia masih di bawah negara-negara maju di Asia seperti Korea dan Jepang. Meskipun waktu belajar anak Indonesia di sekolah lebih lama dibandingkan pelajar di negara lain.
Menteri Kesehatan (Menkes) RI Nila F Moeloek dalam diskusi "Pentingnya Kerjasama Stakeholder untuk Perbaikan Gizi Indonesia", di Jakarta pada bulan lalu menyatakan pentingnya pemahaman pemenuhan gizi juga harus diberikan pada guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Karena masih banyak guru PAUD kurang paham dengan pemenuhan gizi anak-anak.
"Gurunya sendiri tak paham tentang pengetahuan gizi. Gerakan pemahaman pemenuhan kebutuhan gizi juga harus menyasar guru PAUD, tidak hanya anak-anaknya," jelasnya.
Menurutnya, guru-guru itu yang akan mendidik dan membimbing anak-anak di sekolah. Kendati, Menkes tidak menampik sangat susah mengubah pola pikir guru-guru yang sudah lama mengajar.