REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN—Tingkat perceraian di Kabupaten Semarang tergolong masih cukup tinggi. Sepanjang tahun 2018, angka perceraian yang masuk ke kantor Pengadilan Agama (PA) Ambarawa Kelas I B mencapai 1.435 perkara.
Mengacu data tersebut, maka setiap bulan rata-rata di daerah ini ada sebanyak 119 perkara perceraian atau secara statistik. Setiap hari ada 3 hingga 4 perkara perceraian yang masuk ke PA Ambarawa.
“Dengan jumlah perkara perceraian yang mencapai 1.435 per tahun, berarti Kabupaten Semarang termasuk daerah yang masih cukup tinggi,” ujar Kepala Pengadilan Agama (PA) Ambarawa Kelas I B, Lelita Dewi saat dikonfirmasi usai acara Deklarasi Pencanangan Pembangunan Zona Integritas di kantor PA Ambarawa, Jumat (29/3).
Berdasarkan data tersebut, jelas Lelita, perkara perceraian tersebut lebih banyak diajukan oleh pihak perempuan atau melalui cerai gugat. Artinya PA Ambarawa harus memberikan pelayanan yang prima kepada perempuan-perempuan yang membutuhkan keadilan di PA Ambarawa.
Karena tak sedikit di antara mereka yang mengajukan perkara perceraian akibat dipicu oleh faktor persoalan ekonomi. Sehingga PA Ambarawa memberikan layanan melalui Pos Bantuan Hukum (Posbakum).
Termasuk juga mengoptimalkan inovasi layanan melalui e-Court. Di mana dengan inovasi berbasis aplikasi ini memungkinkan masyarakat yang akan mengajukan perkara tidak harus datang ke PA Ambarawa.
Tetapi cukup mendaftar melalui smartphone dengan sistem daring. “Melalui e-Court ini, PA Ambarawa akan melayani mulai pendaftaran, pembayaran biaya perkara dan bahkan untuk panggilan sudah kita lakukan secara daring,” jelasnya.
Di lain pihak, Lelita juga menyampaikan, pernikahan usia dini juga masih menjadi persoalan serius bagi seluruh stakeholder terkait di Kabupaten Semarang, tak terkecuali bagi PA Ambarawa. Khususnya terkait dengan penerbitan dispensasi nikah.
Menurutnya, umumnya pengajuan permohonan penerbitan dispensasi nikah ini akibat faktor pergaulan bebas. Sehingga terpaksa mereka hadir untuk mengajukan permohonan dispensasi nikah.
Terkait pengajuan dispensasi nikah ini rata- rata per bulan bisa mencapai 10 pengajuan di PA Ambarawa. Sehingga untuk satu tahun jumlahnya pun bisa mencapai sekitar 100 an permohonan dispensasi nikah.
Yang menjadi catatan bagi PA Ambarawa, lanjutnya, angka perceraian di kabupaten Semarang ini juga banyak yang disumbang oleh pasangan yang sebelumnya telah mengajukan dispensasi nikah.
Sehingga ini menjadi perhatian PA Ambarawa bersama-sama dengan instansi pemerintah daerah terkait. Khususnya terkait dengan langkah-langkah guna menekan penerbitan dispensasi nikah tersebut.
Sebenarnya dispensasi nikah ini memang menjadi kewenangan PA. Karena memang Undang Undang Perkawinan memang mengamanatkan. Hanya saja, penerbitan dispensasi nikah ini diakuinya juga menjadi dilema.
Karena untuk menikah itu perlu kematangan mental dan psikologis. Sementara dari usia yang bagi perempuan minimal harus berusia 16 tahun dan bagi laki- aki harus 19 tahun kalau matang acap kali secara mental dan psikologis belum siap.
Yang terjadi, ketika mereka menikah dan berumah tangga jamak terjadi konflik, baik konflik yang dipicu masalah ekonomi, perselisihan dan pertengkaran dan lainnya. “Sehingga ketika usia perkawinan mereka belum genap satu tahun, sudah kembali ke PA untuk mengajukan perceraian,” tegasnya.