REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Santri Pondok Pesantren Darul Maarif menyelenggarakan seminar politik ala santri dengan mengangkat tema "Santri Mendukung Politik Santun Demi Kemajuan Bangsa dan Negara" di Ponpes Darul Maarif, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (28/3). Seminar ini diselenggarakan untuk menjawab dinamika politik yang semakin tajam jelang pemungutan suara Pemilu 2019.
KH Nu'man Abd Hakim selaku pembicara kunci mengatakan, peran santri sangat kental di dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia. Di dalam BPUPKI bahkan terdapat salah satu santri yakni KH Wahid Hasyim.
Hal itu bukti bahwa peran santri sudah muncul bahkan sebelum bangsa ini merdeka. Kebijakan pemerintah menetapkan Hari Santri Nasional merupakan langkah pemerintah dalam menghargai santri.
"Untuk itu peran santri dalam menjaga kemajuan bangsa dan negara sangat penting. Banyak berita-berita hoaks yang beredar di masyarakat sehingga memunculkan polemik dan meningkatkan gesekan antar umat. Di sinilah peran santri untuk mencegah berita kebohongan merusak tatanan demokrasi Indonesia," kata Kiai Nu'man.
Sementara itu, KH Fathurrahman selaku Wakil Katib PWNU Jawa Barat, mengatakan melalui pemilu ini, perlu menjadi perhatian bagi seluruh masyarakat, terutama bagi santri. "Jika kita mampu menggunakan hak pilih dan memberikan amanat kepada orang yang kita yakini, maka kita berharap arah negara ini akan dibawa kearah yang maju," kata Kiai Fathurrahman.
Menurutnya, MUI sudah mengeluarkan fatwa haram bagi suara golput. Karena itu, seluruh pihak diharap membuat pemilu ini gembira, sebab ini merupakan bentuk pesta rakyat.
Menurutnya, dalam pemilu ini, semua orang yang memiliki hak pilih, memiliki derajat yang sama. Semua memiliki hak satu suara untuk membawa kemajuan bagi bangsa.
"Jika dalam pandangan politik, kita tidak boleh membeda-bedakan pilihan pribadi. Para santri harus memahami tasawuf, yakni tidak mempertegas perbedaan yang ada. Santri harus toleran, selalu santun dalam menyampaikan pandangan, dan wajib mendukung pemerintah yang sah. Santri tidak boleh menggunakan istilah-istilah kafir, toghut, berhala, fitnah, dan lainnya, dalam memandang perbedaan politik," kata Kiai Fathurrahman.
Selain itu, dia menjelaskan santri harus menjadi sosok yang mampu mengarahkan arah bangsa. Tidak hanya dijadikan objek politik sebagai dukungan terhadap salah satu peserta pemilu. "Mari wujudkan kejayaan santri, yang mampu memberikan peran bagi bangsa," ujarnya.
Ketua GP Ansor Kota Bandung, Aa Abdul Rozak, mengatakan saat ini terjadi paradoks yang antara politik dengan peran santri. Di satu sisi, ada kelompok yang ingin menyingkirkan peran santri dalam politik, namun ada juga ada kelompok yang berbondong-bondong mendekatkan diri dan mendeklarasikan diri dengan para santri.
"Kemarin muncul di ranah publik, istilah santri diidentikan dengan salah satu paslon pemimpin negeri ini. Hal ini perlu dijawab oleh para santri asli, bahwa santri itu adalah santri yang benar-benar belajar agama dan sesuai dengan ajaran nabi. Saat ini juga terjadi istilah mendadak santri, mendadak ulama dan mendadak ustaz. Fenomena ini muncul jelang pemilu, yang dicurigai untuk kepentingan politik semata," katanya.
Menurut Abdul Rozak, para santri harus menggunakan hak pilihnya untuk membawa arah negara ketempat yang lebih baik. Jangan sampai kekuasaan jatuh ke orang tidak baik, sebab segenggam kekuasaan bisa mengalahkan sejuta keilmuan.
"Maka dari itu, orang baik jangan hanya diam lagi. Untuk itu, peran santi perlu diperkuat dalam sikap berbangsa dan bernegara. Namun tetap disesuaikan potensi masing-masing dalam pengaplikasiannya. Santri berperan mengajak masyarakat untuk mengedepankan hal-hal baik dalam kehidupan," katanya.
Selanjutnya, H Yusuf Ali Tantowi dalam sambutannya mengatakan pejabat publik memiliki peran besar dalam mempengaruhi masyarakat. Seorang pejabat dengan kekuasaan dapat memberlakukan kebijakan yang mampu mengikat rakyatnya.
"Untuk itu menjadi perhatian penting bagi para santri, bahwa hak politik perlu dipergunakan dengan baik. Upaya itu dimaksudkan agar dapat memilih sosok pemimpin yang berpihak ke umat. Dalam berpolitik, para santri harus iktidal, ahklaqi, moderat, tasawuf," katanya.
Dengan nilai-nilai itu, diharapkan dapat mengikis potensi gesekan di ranah umat pada umumnya. "Dengan kita menggunakan hak suara dalam Pemilu 2019 nanti, berarti kita berperan dalam menentukan sosok pemimpin yang kita yakini mampu memberikan kebijakan-kebijakan yang baik dan memberikan manfaat bagi kehidupan umat. Di samping itu, para santri perlu menjadi pengawas jangan sampai berita-berita hoaks mengamcam pelaksanaan pesta demokrasi 2019," katanya.
Kegiatan tersebut diakhiri dengan deklarasi yang dibacakan para santri. Adapun poin deklarasinya adalah untuk bersama-sama mendukung politik santun, demi kemajuan bangsa dan negara, siap memerangi dan melawan hoaks, demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta setia terhadap Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika.