Jumat 29 Mar 2019 11:41 WIB

Komisi II DPR Minta KPU Ubah PKPU Pascaputusan MK Soal Suket

KPPS harus selektif terhadpa calon pemilih yang menggunakan suket.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Pemilu 2019
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Pemilu 2019

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera mengubah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) soal syarat mencoblos sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pada Kamis (28/3), MK menyatakan Surat Keterangan (Suket) diperbolehkan sebagai syarat mencoblos.

"Komisi II DPR menyediakan waktu di masa reses ini untuk menggelar rapat konsultasi membahas persoalan ini sebagaimana kesepakatan yang dibuat pada RDP (rapat dengar pendapat) sebelumnya," kata Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Baidowi, Jumat (29/3).

Baca Juga

Menurut Baidowi, RDP ini sekaligus untuk menyikapi putusan MK agar tidak bias dalam pelaksanaanya. Sebelumnya, Komisi II DPR RI dan KPU menyepakati bahwa yang diperbolehkan untuk mencoblos adalah KTP-el. Dengan Putusan MK pada Kamis itu, maka pemilik Suket yang sudah melakukan perekaman tetap bisa mencoblos.

Putusan tersebut menjadi sumber hukum baru sehingga warga sebanyak 4.231.823 yang sudah melakukan perekaman tapi belum memiliki KTP-el terjamin hak konstitusionalnya dalam pemilu 2019.  Suket sendiri hanya dikeluarkan Dukcapil bagi warga yang sudah melakukan perekaman.

"Maka harus diwaspadai beredarnya pemalsuan suket di lapangan," ujar pria yang juga Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - Ma'ruf itu.

Untuk mengantisipasi pemalsuan tersebut, politikus PPP itu pun meminta perangkat KPPS dan pengawas TPS harus benar-benar selektif terhadap calon pemilih yang menggunakan suket.

MK telah memutuskan uji materi UU Pemilu yang diajukan oleh oleh Perlude, Hadar Nafis Gumay, Feri Amsari, Augus Hend, A. Murogi bin Sabar, Muhamad Nurul Huda, dan Sutrisno.  Salah satu Pasal yang diuji adalah Pasal 348 ayat (9) terkait syarat KTP-el dalam melakukan pencoblosan.

MK membolehkan pemilih yang tidak memiliki KTP-el untuk memilih dengan menggunakan surat keterangan perekaman KTP-el yang dikeluarkan oleh dinas dukcapil.

"Menyatakan frasa 'KTP-el' dalam Pasal 348 ayat (9) UU nomor 7/2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai termasuk pula surat keterangan perekaman KTP-EL yang dikeluarkan oleh dinas dukcapil," kata Hakim Anwar saat membacakan Amar putusan, Kamis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement