Kamis 28 Mar 2019 17:27 WIB

Status Gunung Anak Krakatau Turun Jadi Waspada

Namun, pengunjung, nelayan, dan wisatawan masih dilarang mendekat atau pun mendaki.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Andi Nur Aminah
Warga beraktivitas dengan latar belakang erupsi Gunung Anak Krakatau di Pelabuhan Pulau Sebesi, Lampung Selatan, Lampung (ilustrasi)
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warga beraktivitas dengan latar belakang erupsi Gunung Anak Krakatau di Pelabuhan Pulau Sebesi, Lampung Selatan, Lampung (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  BANDAR LAMPUNG -- Setelah musibah gelombang tsunami Selat Sunda pada akhir tahun lalu, status Gunung Anak Krakatau (GAK) di perairan Selat Sunda kembali turun dari Level III (Siaga) menjadi Level II (Waspada) sejak Senin (25/3). Namun, pengunjung, nelayan, dan wisatawan masih dilarang mendekat atau pun mendaki GAK dalam radius dua kilometer.

 

Baca Juga

“Benar sekarang status (GAK, Red) sudah turun lagi menjadi Waspada atau Level II sejak Senin (25/3) lalu,” kata Kepala Pos Pemantau GAK di Desa Hargo Pancuran, Rajabasa, Lampung Selatan Andi Suardi kepada Republika.co.id, Kamis (28/3).

 

Ia mengatakan, setelah terjadi penurunan status dari Level III (Siaga) menjadi Level II (Waspada), jarak larangan mendekat ke GAK juga diperpendek dari lima kilometer menjadi dua kilometer.  “Tetap dilarang mendekat dan mendaki gunung dari GAK radius dua kilomter,” ujarnya.

 

Penurunan status GAK tertanggal Senin 25 Maret 2019 pukul 12.00 WIB. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menurunkan status gunung berapi GAK menjadi Waspada atau Level II, dan jarak radius aman menjadi dua kilometer.

 

Andi menyatakan, hasil pengamatan analisis data visual maupun instrumental hingga 25 Maret 2019, maka tingkat aktivitas GAK diturunkan pada Senin pukul 12.00 WIB. Menurut dia, potensi erupsi masih ada namun dengan intensitas yang kecil dibandingkan periode erupsi Desember 2018, dan sebaran material hasil erupsi yang membahayakan hanya tersebar pada radius dua kilometer dari kawah aktif GAK.

 

Dalam siaran persnya, Kepala Badan Geologi Rudy Suhendar mengatakan, secara visual GAK pascaperiode erupsi intensif sejak Juni 2018 hingga 9 Januari 2019, masih sesekali mengeluarkan letusan asap putih uap air dengan tinggi kolom asap maksimal mencapai 1.000 meter di atas puncak.

 

Pengamatan energi tremor cenderung menurun walaupun berfluktuatif serta tidak memperlihatkan indikasi deformasi yang signifikan pada tubuh gunung api. Rekomendasi pada tingkat aktivitas Level II (Waspada) ini adalah agar masyarakat/pengunjung/wisatawan tidak beraktivitas dala radius 2 km dari kawah aktif GAK yakni di dalam pulau GAK.

 

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memasang alat pemantau ketinggian air atau sensor water level di Pulau Sebesi yang dekat dengan GAK di Selat Sunda. Alat tersebut berfungsi untuk deteksi dini tsunami yang disebabkan oleh aktivitas tektonik maupun vulkanik.

 

Kepala Bagian Humas BMKG Taufan Maulana pernah menyatakan, alat tersebut dipasang di dermaga Pulau Sebesi, Lampung Selatan serta di wilayah Labuhan Banten, tepatnya di PLTU Labuhan, Banten. Dia menjelaskan, alat pemantau ketinggian air ini menggunakan sensor ultrasonic yang menghitung kecepatan dari objek yang di lepaskan.

 

Pada Sabtu, 22 Desember 2018 pukul 21.30, GAK mengalami runtuhan sisi puncaknya, yang menyebabkan terjadinya gelombang tsunami di perairan Selat Sunda. Sejumlah rumah di pesisir Selatan Lampung dan Banten terdampak tsunami. Ratusan orang meninggal, dan ribuan orang mengalami luka, dan kehilangan tempat tinggal disapu gelombang tsunami akhir tahun lalu. 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement