Kamis 28 Mar 2019 13:44 WIB

Tinggal di Bekas Kandang Kambing, Keluarga Ini tak Dapat PKH

Anak dari keluarga ini pun putus sekolah.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Dwi Murdaningsih
Ibu Ilah, warga Kampung Cidadap RT 03 RW 13, Desa Padalarang, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat sejak 4 tahun terakhir tinggal di saung bekas kandang domba berukuran 250x 250 cm, Kamis (28/3).
Foto: republika/M Fauzi Ridwan
Ibu Ilah, warga Kampung Cidadap RT 03 RW 13, Desa Padalarang, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat sejak 4 tahun terakhir tinggal di saung bekas kandang domba berukuran 250x 250 cm, Kamis (28/3).

REPUBLIKA.CO.ID, PADALARANG -- Kisah pilu dialami oleh pasangan suami istri, Zahidin (40) dan Ilah  (36) warga Kampung Cidadap, RT 03 RW 13, Desa Padalarang, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Selama 4 tahun lebih bersama ketujuh anaknya, mereka tinggal di gubuk bekas kandang kambing.

Saat ditemui di kediamannya, gubuk berukuran 250x250 cm tersebut berada di belakang lahan milik mertuanya, Anda (70). Sementara didepan gubuknya adalah rumah permanen mertuanya. Gubuk tersebut dibangun oleh kayu-kayu dan beratapkan asbes.

Tidak terdapat ventilasi udara kecuali pintu utama. Tempat keluar masuk orang ke dalam gubuk tersebut. Sementara dibagian bawah gubuk diisi oleh hewan-hewan peliharaan seperti ayam. Sementara disamping gubuk, dibuat dapur dan kamar mandi seadanya.

Keempat anaknya yaitu Herman (17), Randi (20), Narya (13) dan Hendar (13) putus sekolah. Herman dan Randi menyelesaikan pendidikan hanya sampai sekolah dasar (SD). Sementara Narya dan Hendar sekolah hanya sampai kelas 5 SD.

"Mereka gak mau sekolah. Saya udah marahin agar sekolah tapi tetap gak mau," ujar orangtuanya Ilah (36) kepada wartawan di kediamannya, Kamis (28/3).

Sementara itu, anak kelimanya, Aas (6) sudah akan masuk sekolah. Saat ini, Herman dan Randi hanya diam di rumah sebab tidak bekerja. Sebelumnya, beberapa bulan ke belakang, Randi sempat bekerja sebagai pembuat cobek di wilayah Padalarang.

Ilah mengungkapkan, suaminya bekerja sebagai buruh penggali batu yang dimanfaatkan salah satu diantaranya untuk membuat cobek. Dengan penghasilan perminggu sebesar Rp 300 ribu. Sebelum-sebelumnya, suaminya hanya mendapat upah Rp 150 ribu perminggu.

"Rp 300 ribu dicukup-cukupkan saja untuk sehari-hari. Kalau ibu mah ngurus bumi sama anak-anak," ujarnya.

Ia mengaku memilih tinggal di gubuk bekas kandang tersebut sebab ingin hidup mandiri bersama suaminya. Selama hidupnya, dirinya memgaku tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Kecuali kemarin karang taruna memberikan bantuan berupa matras dan sembako.

"Belum dapat PKH, bantuan sosial atau yang lainnya. Tidak ada bantuan. BPJS juga tidak punya," ujarnya.

Dirinya mengungkapkan jika suami sedang tidak bekerja maka untuk kehidupan sehari-hari dirinya sering meminjam uang ke tetangga.  Anda (70), mertua Ilah mengaku sudah memberitahukan anaknya untuk pindah ke rumahnya. Namun, Ilah dan suaminya tetap bersikukuh ingin tinggal di gubuk belakang rumahnya. "Katanya ingin mandiri dan meurih," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement