REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Oscar Primadi, menegaskan pemerintah harus mengurusi pelayanan dasar kesehatan yang memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM). Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan dapat berakibat baik pada kualitas kesehatan masyarakat.
"Pelayanan dasar kesehatan harus diurus pemerintah," katanya saat membuka Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) Kalimantan Barat, di Pontianak, Kamis (28/3).
Untuk itu menurutnya, SPM menjadi hal paling mendasar dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Sebab, dia melanjutkan, SPM adalah perangkat ampuh dalam meningkatkan pembangunan kesehatan dan harus dilaksanakan secara kolaboratif dengan lintas sektor.
Karena itu, ia menyebut dalam Rakerkesda ini semangat kolaborasi terus Kemenkes gelorakan dan SPM harus selalu dikenalkan. "SPM tidak hanya ada di kesehatan, ada juga di bidang lain,”ujarnya.
Ia menambahkan prinsipnya dengan SPM ini tidak ada satu orang pun yang tidak terlayani dari sisi kesehatan. Hal tersebut, kata Oscar, menjadi modal untuk bergerak dalam pembangunan kesehatan dan diterapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020.
“SPM kita adalah tidak boleh ada satupun orang yang tidak terlayani kesehatannya,” kata Oscar.
Ia menegaskan, setiap orang berhak mendapatkan pelayanan dari jenis pelayanan kesehatan yang telah standar tersebut. SPM sebagai tools penting dalam pembangunan kesehatan karena memiliki dua jenis pelayanan dasar kesehatan tingkat provinsi dan 12 pelayanan dasar kesehatan tingkat kabupaten/kota.
Ia menyebut dua jenis pelayanan dasar kesehatan tingkat provinsi mencakup pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana atau berpotensi bencana dan pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar biasa. Sementara 12 jenis pelayanan dasar kesehatan tingkat kabupaten/kota mencakup pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bayi baru lahir, kesehatan balita, kesehatan usia pendidikan dasar, usia produktif, usia lanjut, kesehatan penderita hipertensi, kesehatan penderita diabetes melitus, kesehatan gangguan jiwa berat, kesehatan orang terduga tuberkulosis (TBC), dan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
“Dari indikator-indikator (jenis SPM) itu banyak diupayakan pada promotif preventif,” katanya.
Dalam rangka menerapkan SPM ini, ia menyebut pemerintah pusat berjanji akan menerapkan upaya pendampingan dan sosialisasi. “Mudah-mudahan tahun 2020 nanti, SPM menjadi alat kita meningkatkan pembangunan kesehatan di Indonesia,” ujarnya.